Pintasan.co, Jakarta – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memaparkan tujuh modus kecurangan yang sering dilakukan pemerintah daerah (pemda) dalam pengelolaan anggaran.
Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, menyebut manipulasi dalam perencanaan dan penganggaran sebagai modus utama yang paling banyak ditemukan.
“Jika kita perhatikan, modus ini sebenarnya masih sama seperti 10 atau bahkan 20 tahun lalu. Pola kecurangannya berulang, dengan akar masalah yang juga belum berubah,” ujarnya pada Kamis (7/11/2024).
Menurut Ateh, BPKP mampu mendeteksi titik-titik rawan manipulasi dalam perencanaan dan penganggaran pemda.
Ia bahkan mengetahui pola pengurangan anggaran yang dilakukan pemda dan ke mana alokasi dana tersebut dialihkan.
Selain manipulasi anggaran, modus kedua adalah suap dan gratifikasi, yang diikuti oleh praktik nepotisme dan kronisme dalam perizinan sebagai modus ketiga.
Modus keempat yang teridentifikasi adalah penyalahgunaan kekuasaan dalam penggunaan diskresi kebijakan.
Sementara itu, modus kelima melibatkan penggelembungan harga dalam proyek atau pengadaan barang dan jasa.
Modus keenam menyangkut pungutan liar pada proses perizinan, dan yang ketujuh adalah manipulasi dalam pencatatan serta pelaporan keuangan.
Ateh mencontohkan, seringkali laporan keuangan mencatat proyek sebagai selesai meskipun kenyataannya belum tuntas.
Ateh juga menegaskan bahwa BPKP siap membantu pemda membangun sistem pengendalian yang mumpuni untuk mencegah korupsi.
Sayangnya, data BPKP menunjukkan hanya sekitar 9 persen dari 514 pemda di 34 provinsi yang memiliki sistem pengendalian yang memadai.
Sisanya, 91 persen pemda masih belum optimal dalam menerapkan pengendalian kecurangan.
“Bisa saja kita cegah kecurangan ini, hanya tinggal masalah kemauan. Saya kira sekarang adalah waktu yang tepat, apalagi Jaksa Agung ST Burhanuddin cukup tegas. Jadi, lebih baik segera berbenah dan datang ke kami untuk solusi,” tegas Ateh.