Pintasan.co, Makassar – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih memiliki tanggungan utang yang belum terselesaikan, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH).
Pemprov Sulsel mengakui bahwa penyaluran DBH ke kabupaten/kota pada tahun 2024 belum optimal, tetapi berkomitmen untuk memaksimalkan alokasi belanja DBH pada tahun 2025.
Salah satu daerah yang belum menerima DBH secara penuh adalah Kota Makassar.
Akibat kondisi tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar melakukan evaluasi anggaran dan memutuskan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja Laskar Pelangi dari 11.000 menjadi 4.000.
Langkah ini diambil karena keterbatasan kemampuan keuangan akibat tertundanya penyaluran DBH.
Akademisi Universitas Hasanuddin, Hasrullah, menyampaikan pandangannya mengenai utang Pemprov Sulsel yang belum terselesaikan. Ia menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Kita membutuhkan informasi yang jelas tentang alasan terjadinya utang ini. Pengelolaan uang publik harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel,” ujar Hasrullah dalam keterangannya kepada KabarMakassar.com pada Jumat (3/1).
Hasrullah juga menekankan bahwa transparansi akan menghilangkan kecurigaan publik dan memungkinkan semua pihak memahami alur pengelolaan dana.
Ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan guna menyelesaikan persoalan utang ini, yang menurutnya akan memperbaiki tata kelola pemerintahan.
Selain itu, Hasrullah menyoroti peran media dalam mengawal isu ini.
“Media harus terus memberitakan dan menginvestigasi akar masalahnya, serta meminta penjelasan dari pihak terkait, baik itu gubernur maupun pejabat sementara. Apa alasan utama permasalahan ini, dan apa solusi terbaiknya?” tambahnya.
Sisa utang Pemprov Sulsel sebesar Rp49 miliar
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Salehuddin, menyebutkan bahwa hingga Jumat, 27 Desember 2024, sisa utang Pemprov Sulsel tercatat sebesar Rp49 miliar.
Ia juga mengungkapkan bahwa DBH akan dianggarkan hingga 16 bulan ke depan.
“Tahun 2025 kita anggarkan 16 bulan: 9 bulan untuk utang tahun ini, dan sisanya dianggarkan lagi pada tahun 2026 agar seluruh kewajiban bisa diselesaikan,” jelas Salehuddin.
Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, memastikan bahwa pencairan DBH akan dilakukan pada 2025 sesuai APBD induk. Ia menyebut bahwa ini adalah kewajiban Pemprov Sulsel.
“Kami sudah menyusun skala prioritas, menunda belanja yang tidak mendesak agar APBD 2025 tidak lagi dibebani utang,” jelas Prof. Zudan.
Ia juga menambahkan bahwa dari total utang Rp60 miliar, Rp13 miliar merupakan sisa alokasi parsial pertama, sementara sisanya akan dianggarkan untuk penyelesaian parsial kedua.
Salehuddin menjelaskan, pembayaran parsial pertama terhambat oleh dokumen yang belum dilengkapi oleh penyedia jasa.
Hal yang sama juga terjadi pada parsial kedua, di mana sebagian besar utang belum bisa dibayarkan karena dokumen pendukung belum lengkap.
“Saya sudah meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mendesak penyedia jasa segera melengkapi dokumen. Jangan sampai kejadian seperti tahun lalu, di mana utang baru masuk pada akhir Desember dan tidak sempat dibayarkan,” tuturnya.
Pemprov Sulsel optimistis dapat melunasi sisa utang dalam waktu yang telah ditargetkan, seiring dengan perbaikan kondisi keuangan di akhir tahun 2024.