Pintasan.co, Jakarta – Seluruh kader PDI Perjuangan merayakan ulang tahun ke-52 partai yang dipimpin oleh Ibu Prof. Dr. Megawati Soekarnoputri, bersama dengan tokoh-tokoh senior partai.
Peringatan kali ini dilakukan secara sederhana dan dipusatkan di Sekolah Partai PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta.
Pada puncak acara peringatan, saya menyimak pidato politik Ibu Mega dengan seksama.
Salah satu momen yang sangat mengharukan adalah ketika beliau mengucapkan terima kasih kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dan Presiden Prabowo Subianto atas pemulihan nama baik Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.
Sejak Kongres Luar Biasa PDI pada Desember 1993, saya selalu mengamati pidato-pidato Ibu Mega, dan ada dua hal yang selalu menyentuh hatinya: cita-cita Indonesia Raya serta perjuangan politik Bung Karno yang di akhir masa kepresidenannya diperlakukan secara sangat buruk.
Salah satu keputusan besar yang mengguncang adalah keluarnya TAP MPR No. XXXIII/MPR/1967 yang mencabut mandat Presiden Soekarno sebagai mandataris MPR.
Melalui TAP ini, negara menuduh Bung Karno terlibat dalam peristiwa G-30-S 1965 dan melindungi tokoh-tokoh yang terlibat. Sebagai akibatnya, Bung Karno dimakzulkan oleh MPR.
Setelah itu, Bung Karno tidak hanya diberhentikan sebagai Presiden, tetapi juga diperlakukan sebagai tahanan kota.
Beliau dijauhkan dari keluarganya dan tidak mendapatkan perawatan medis yang seharusnya diterima oleh seorang proklamator dan mantan presiden.
Di akhir hayatnya, Bung Karno wafat dalam kondisi yang sangat menyedihkan, merasakan kesakitan luar biasa akibat penyakit ginjal yang dideritanya, namun sengaja tidak diberikan pengobatan yang seharusnya.
Di sisi lain, anak-anak Bung Karno, termasuk Ibu Mega, harus menghadapi berbagai tekanan dan pembatasan politik di masa Orde Baru.
Pada masa itu, terjadi upaya “de-Soekarnoisasi”, yakni pelarangan ajaran-ajaran Bung Karno secara sistematis.
Sejarah yang penuh dengan penderitaan itu selalu membekas kuat dalam ingatan Ibu Mega. Ketika akhirnya TAP MPR No. XXXIII/MPR/1967 dicabut, beliau menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam, karena negara telah memulihkan nama baik Bung Karno.
Tanpa dukungan dari Presiden Prabowo dan pimpinan MPR serta rakyat Indonesia, pencabutan tersebut mungkin tidak akan terjadi.
Pidato Ibu Mega Soekarnoputri
Oleh karena itu, pidato Ibu Mega sore itu memberikan kesan yang sangat mendalam.
Kesan pertama, pencabutan TAP MPR yang memulihkan nama Bung Karno merupakan hasil perjuangannya yang didukung oleh Presiden Prabowo, yang bukan berasal dari PDI Perjuangan.
Kedua, Ibu Mega tampaknya ingin menunjukkan sikap kenegarawanan dengan menunda pemulihan nama Bung Karno saat menjadi Presiden, karena negara pada waktu itu menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan keamanan yang lebih mendesak.
Sikap kenegarawanan yang ditunjukkan oleh Presiden Prabowo dan Ibu Mega patut menjadi teladan.
Mereka menunjukkan bagaimana menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan keluarga, khususnya dalam situasi yang membutuhkan prioritas nasional yang lebih besar.
Sebagai bagian dari sejarah, Orde Baru yang sangat kuat ternyata tidak mampu membungkam kebenaran. Kebenaran, pada akhirnya, akan selalu menemukan jalannya menuju keadilan.