Pintasan.co, Jakarta – Gagasan Nusantara menyatakan keprihatinannya atas insiden yang terjadi selama rapat pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 15 Maret 2025.

Tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk Andrie Yunus dari KontraS, nekat memasuki ruang Ruby 1 dan 2 tanpa izin, di mana rapat strategis tersebut tengah berlangsung.

“Peristiwa ini bukan hanya pelanggaran prosedur, tetapi juga mengguncang citra DPR di mata publik, apalagi dengan adanya pejabat pemerintah yang hadir sebagai saksi,” kata Romadhon saat dihubungi media pada Selasa (18/3/2025).

DPR, yang seharusnya menjadi simbol kedaulatan rakyat, tampak rapuh dalam peristiwa ini.

Rapat yang diadakan di hotel, bukan di gedung legislatif, diganggu di depan pejabat pemerintah, termasuk yang mewakili sektor pertahanan.

Ketua DPR, Puan Maharani, menegaskan pentingnya pengamanan yang ketat, termasuk penggunaan kendaraan taktis, karena ada pihak yang “masuk tanpa izin.”

“Jika masuk tanpa izin, tentu saja tidak diperbolehkan,” ujarnya pada 17 Maret 2025.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa revisi UU TNI difokuskan pada tiga aspek utama: pengerahan kekuatan TNI, usia pensiun prajurit, dan jabatan sipil bagi prajurit, serta semua pembahasan dilakukan secara terbuka.

“Draf yang beredar di media sosial tidak sama dengan yang dibahas di Komisi I,” tambah Dasxo.

Ia menegaskan bahwa agenda rapat sudah terjadwal dan dapat diverifikasi oleh publik, bukan merupakan informasi yang tertutup.

Meskipun Dasco menekankan pentingnya keterbukaan, pemilihan hotel sebagai lokasi rapat tetap menimbulkan kesan eksklusif.

Puan mengkritik aksi tersebut sebagai “tidak pantas” dan menegaskan bahwa insiden ini merusak citra DPR.

Langkah hukum pun telah diambil. Kejadian tersebut dilaporkan oleh pihak keamanan hotel ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, berdasarkan Pasal 167 KUHP terkait masuk tanpa izin.

Baca Juga :  Inggris Bersedia Berbagi Pengalaman dalam Program Makan Bergizi untuk Anak-Anak Indonesia

Romadhon meminta agar kepolisian segera memanggil para pelaku, termasuk yang telah teridentifikasi, untuk menegakkan hukum dengan transparansi dan memberikan efek jera terhadap pelanggaran serupa.

DPR perlu mengevaluasi sistem keterbukaan dan pengamanan agar rapat-rapat penting dapat berlangsung tanpa gangguan.

Masyarakat pun diharapkan mendukung proses hukum yang adil untuk menjaga keberlanjutan demokrasi yang berkeadaban.