Pintasan.co, Jakarta – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) mengecam keras serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan yang menewaskan 1 orang guru dan melukai enam orang lainnya.
Ketua Pengurus Pusat PMKRI Susana Kandaimu meminta agar TNI-Polri memberikan data yang akurat dan rinci terkait korban yang timbul akibat serangan KKB tersebut.
TNI sempat mengklarifikasi jumlah korban tewas dalam serangan tersebut yang tadinya berjumlah 6 orang menjadi 1 orang.
“Negara harus memastikan pengamanan di daerah rawan konflik berjalan optimal, termasuk di lokasi strategis seperti sekolah dan puskesmas,” tutur Susan.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI menilai serangan yang dilakukan KKB itu tidak manusiawi lantaran turut menyasar fasilitas publik seperti sekolah yang dapat menghambat pembangunan Papua.
“Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi dan menghambat upaya pembangunan di Papua. Guru dan tenaga kesehatan adalah pahlawan kemanusiaan yang harus dilindungi, bukan menjadi korban kekerasan,” ujar Raymundus dalam keterangan tertulis, Selasa (25/3).
Setelah mencermati kasus pembunuhan yang menewaskan guru dan melukai tenaga kesehatan di Kabupaten Yahukimo oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM), maka, PP PMKRI menyatakan:
Mengimbau semua pihak untuk tidak terprovokasi dengan peristiwa kelam ini dan tetap menjaga harmoni di antara sesama warga negara.
Turut berduka cita atas meninggalnya guru Rosalina Sogen yang
dibunuh secara keji oleh TPNPB OPM dan para korban luka-luka di Distrik Anggruk, Yahukimo, Jumat (21/3/2025).
Mengutuk keras tindakan pembunuhan warga sipil yang dilakukanoleh TPNPB OPM. Tindakan itu tidak saja salah secara hukum, tetapi juga secara moral telah melanggar hak asasi manusia orang lain.
Tidak boleh ada satupun orang atau lembaga di dunia ini yang boleh merenggung nyawa manusia selain daripada Tuhan Sang Pencipta. Kita semua dipanggil untuk menghormati hak asasi manusia.
Mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera
menyelesaikan persoalan ini secara hukum dengan tegas dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. PMKRI meminta agar pemerintah pusat melakukan dialog yang berbasis pada budaya dan adat dengan tokoh-tokoh masyarakat dan agama yang ada di Papua dalam rangka menyelesaikan persoalan sosial ini bukan sekedar secara kasuistik tetapi
secara menyeluruh dan mendasar.
Mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi secara serius posisi dan peran Menteri Hak Asasi Manusia sdr. Natalis Pigai yang gagal melakukan dialog-dialog yang konstruktif dengan para pihak terkait di tanah Papua.
PMKRI melihat hampir tidak ada kehendak baik dan niat dari Sdr. Natalis Pigai sebagai Menteri HAM untuk membuka ruang dialog yang humanis dan berbudaya antara Jakarta-Papua dalam rangka mengantisipasi dan meredam potensi konflik sosial yang selama ini terjadi di Papua.
PMKRI tidak melihat ada suatu strategi jangka panjang yang coba dilakukan oleh sdr. Natalis Pigai sebagai Menteri HAM untuk membangun dialog Jakarta-Papua, yang terjadi justru yang bersangkutan sibuk dengan hal-hal teknis remeh-temeh di media yang berakhir viral tetapi tidak jelas bagi konsolidasi jaminan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.