Pintasan.co, Yogyakarta – Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Prof. EM, seorang Guru Besar di Fakultas Farmasi, yang diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual.
Namun, pihak UGM menjelaskan bahwa EM masih menerima gaji lantaran ia masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kita perlu melihat dari aspek legal ya karena ada asas praduga tak bersalah. Jadi sampai terbukti dia terbalik baru kemudian hak dan kewajibannya diberhentikan,” kata Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius saat ditemui wartawan di UGM, Selasa (15/4/2025).
Sandi menjelaskan bahwa tanpa adanya keputusan hukum yang bersifat final dan mengikat, UGM berpotensi menghadapi gugatan karena dianggap mengabaikan hak serta kewajiban terkait.
Meski demikian, Sandi mengaku tidak mengetahui secara rinci jumlah gaji maupun insentif yang diterima oleh EM. Ia menambahkan bahwa UGM masih menjalankan proses pemeriksaan disiplin terkait status kepegawaian EM.
Ia juga menegaskan bahwa proses pemeriksaan terhadap EM akan dipercepat begitu Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) diterbitkan.
“SK-nya sudah keluar kita akan ketemu baru minggu pertama setelah masuk tanggal 9 April kemarin SK-nya, makanya kita akan percepat untuk pemeriksaan,” tegasnya.
Diketahui, UGM menjatuhkan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
Sanksi tersebut diberikan berdasarkan hasil temuan, dokumentasi, dan berbagai bukti yang diperoleh selama proses pemeriksaan.
Melalui Komite Pemeriksa, Satgas PPKS UGM menyimpulkan bahwa EM selaku terlapor terbukti melakukan kekerasan seksual serta melanggar kode etik sebagai dosen.
“Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023,” ujar Sandi.