Pintasan.co, Surabaya – Solusi konkret untuk menyelesaikan kasus penahanan ijazah yang diduga dilakukan oleh perusahaan di Kota Surabaya menemukan titik terang.
Pasalnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memastikan Pemprov Jatim akan menguruskan penerbitan ulang ijazah para pekerja yang ditahan. Khususnya, untuk jenjang SMA/SMK yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Jawa Timur, Aries Agung Paewai memastikan, penerbitan ulang atau pencetakan ulang ijazah diperbolehkan.
“Setiap sekolah memiliki salinan ijazah bagi lulusannya. Jadi kalau ada kehilangan, rusak atau mungkin kena musibah maka salinan ijazah yang ada bisa menggantikan ijazah yang hilang, saya kira itu yang ditekankan oleh ibu Gubernur,” kata Aries, Selasa (22/4/2025).
Aries menjelaskan terkait ijazah, selama ini memang ada kasus kehilangan ijazah, kemudian warga bisa melakukan pengajuan untuk mencetak ulang ijazah di sekolah tempatnya menempuh pendidikan menengah ke atas atau SMA/SMK.
“Bahkan termasuk sekolah yang sudah tutup atau tidak beroperasional lagi bisa diterbitkan salinan ijazah bagi lulusannya selama sekolah dan siswanya terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik) oleh dinas pendidikan provinsi,” tegas Aries.
Menurut Aries, langkah dari gubernur Khofifah ini sebagai alternatif bagi warga yang ditahan ijazahnya untuk mencari kerja lain. Sebab, melamar pekerjaan membutuhkan ijazah yng harus ditunjukkan ke perusahaan sebagai patokan kualifikasi pelamar.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah juga menegaskan, solusi penerbitan ulang ijazah ini tidak menghentikan proses hukum yang tengah berlangsung.
“Solusi ini tidak ada kaitannya dengan aparat penegak hukum. Jadi untuk hal yang terkait dengan aparat penegak hukum tetap berjalan dan silahkan dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Khofifah dalam keterangannya, Minggu (20/4/2025).
Khofifah mengaku sudah bertemu langsung dengan pemilik perusahaan UD Sentoso Seal yang diduga melakukan penahanan ijazah pekerjanya.
“Kami bertemu langsung dengan pemilik perusahannya. Dan sudah kami tanya soal kasus penahanan ijazah tersebut. Dia mengaku tidak tahu soal penahanan ijazah karena yang melakukan proses rekrutmen dan seterusnya adalah HRD. Sedangkan HRD yang dimaksud katanya sudah resign. Artinya tidak diketahui ijazahnya saat ini posisinya di mana,” ujar Khofifah.
“Oleh sebab itu kami tidak ingin hal ini menjadi keresahan yang berlarut. Maka solusi ini menjadi wujud negara hadir. Namun kami pastikan tidak menghentikan proses hukum yang berjalan,” tambahnya.
Khofifah menambahkan siapapun yang melakukan penahanan ijazah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur No 8 Tahun 2016 Pasal 42. Di mana dalam aturan itu disebutkan bahwa pengusaha dilarang menyimpang dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan pekerjaan. Pelanggaran terhadap ketentuan itu dapat dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp 50 juta.