Pintasan.co, Semarang – Program Sekolah Antikorupsi bertema “Ngopeni lan Nglakoni, Desa Tanpo Korupsi” yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mendapat respon positif dari para kepala desa. Mereka bahkan menginginkan agar kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan secara rutin hingga menjangkau tingkat kabupaten.
Muji Subagyo, Kepala Desa Sidowangi di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, menyebut program ini sebagai sebuah inovasi yang luar biasa.
Ia menilai pelatihan semacam ini sangat penting agar para kepala desa lebih memahami regulasi dan terhindar dari permasalahan hukum dalam pengelolaan dana desa.
“Saya harap kegiatan seperti ini tidak hanya berhenti di sini. Kalau bisa, digelar juga di tingkat kabupaten. Supaya kepala desa bisa belajar lebih dalam soal desa antikorupsi,” ujarnya saat ditemui di sela acara di GOR Indoor Jatidiri, Semarang, Selasa (29/4/2025).
Muji menambahkan bahwa latar belakang pendidikan para kepala desa tidak semuanya sama.
Oleh karena itu, pelatihan semacam ini sangat bermanfaat untuk menyatukan pemahaman, khususnya terkait pemanfaatan dana bantuan dari pemerintah.
Senada dengan itu, Cipto Teguh Wibowo, Kepala Desa Karanglo, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, juga menyambut baik Sekolah Antikorupsi ini.
Ia mengungkapkan bahwa selama ini masih banyak kepala desa mengalami kesulitan dalam urusan administrasi, misalnya kewajiban melampirkan faktur pajak saat pencairan dana. Selain itu, perubahan regulasi yang kerap terjadi menuntut para kades untuk terus mengikuti perkembangan terbaru.
Sementara itu, Gubernur Ahmad Luthfi menyampaikan bahwa program ini melibatkan sebanyak 7.810 kepala desa dari seluruh wilayah Jawa Tengah.
Program ini bertujuan sebagai upaya preventif dalam mencegah praktik korupsi sejak dini, khususnya dalam pengelolaan anggaran desa.
“Alhamdulillah, adanya Sekolah Antikorupsi ini sangat bermanfaat. Kita jadi tahu aturan mainnya, mana pos anggaran yang boleh digunakan dan bagaimana prosedurnya,” kata Cipto.
Materi dalam Sekolah Antikorupsi disampaikan oleh para ahli dari KPK RI, BPKP Jateng, Kejaksaan Tinggi, dan Polda Jawa Tengah.
Luthfi juga menyampaikan bahwa Jateng sudah memiliki 30 Desa Antikorupsi yang telah berjalan, dan kini tengah mengusulkan 297 desa lainnya untuk menyusul menjadi Desa Antikorupsi.
“Pembangunan itu dimulai dari desa. Di desa ada potensi wisata, pertanian, lumbung pangan semuanya ada. Maka kalau ingin pembangunan tepat sasaran, ya dimulai dari desa,” imbuhnya.