Pintasan.co, Soppeng – Sebuah kejadian mengejutkan terjadi di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Seorang pria berinisial BR dilaporkan menghamili mertuanya sendiri, FR (36), yang kemudian melahirkan anak dari hubungan tersebut.
Ironisnya, FR merupakan ibu kandung dari istri BR, yaitu AL (21), yang kini telah resmi diceraikan oleh BR.
Peristiwa ini terjadi di wilayah Taccampu, Desa Abbanuange, Kecamatan Lilirilau, dan diperkirakan berlangsung pada awal tahun 2024.
Kepala Desa Abbanuange, Buhari, membenarkan kejadian tersebut.
Ia menyatakan bahwa meskipun kasus ini sempat menghebohkan masyarakat, namun saat ini kedua belah pihak telah berdamai.
“Memang benar menantunya menghamili mertuanya. Tapi ini sudah kejadian lama, sekarang sudah berdamai, bahkan sudah ada kesepakatan antar keluarga,” ujar Buhari pada Rabu (21/5), sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Menurut informasi dari Kapolres Soppeng, AKBP Aditya Pradana, hubungan tersebut terjadi setelah FR menjadi janda karena ditinggal wafat suaminya.
Mediasi dilakukan oleh pihak kepolisian melalui Bhabinkamtibmas dan Kanit Reskrim Polsek Lilirilau.
“Kesepakatan dari pihak keluarga perempuan adalah menantu harus menceraikan istrinya dan kemudian menikahi mertuanya,” jelas Aditya.
Ia menambahkan bahwa langkah hukum telah diambil dengan pengajuan perceraian ke Pengadilan Agama, yang dijadwalkan sidangnya pada 27 Mei mendatang.
Namun, kasus ini tidak berhenti di tingkat keluarga dan kepolisian.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan angkat bicara dan menegaskan bahwa pernikahan antara menantu dan mertua dilarang keras dalam ajaran Islam.
Sekretaris Umum MUI Sulsel, Muammar Bakry, menyebutkan bahwa hubungan seperti ini termasuk dalam kategori haram secara mutlak (muabbad).
“Dalam Islam, menikahi mertua atau menantu itu hukumnya haram selamanya. Tidak ada pembenaran. Sama halnya seperti menikahi ibu atau saudara sendiri,” tegas Muammar, Kamis (22/5), dikutip dari DetikSulsel.
Ia pun mendesak agar pria tersebut segera menceraikan mertuanya, karena hubungan tersebut dinilai bertentangan dengan syariat agama.