Pintasan.co, Jakarta – Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., menyerukan kepada para pemimpin negara-negara anggota ASEAN agar mempercepat pengesahan code of conduct atau kode etik yang mengikat secara hukum untuk wilayah Laut China Selatan.
Seruan ini disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-46 yang berlangsung di Malaysia, seperti dilaporkan oleh South China Morning Post pada Senin (26/5).
Marcos menegaskan bahwa percepatan penerapan kode etik ini sangat mendesak guna melindungi hak-hak maritim, menjaga stabilitas kawasan, dan mencegah potensi konflik di wilayah perairan yang rawan sengketa tersebut.
Kode etik tersebut merupakan hasil negosiasi antara ASEAN dan China yang telah berlangsung sejak tahun 2002.
Tujuannya adalah untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan melalui pedoman perilaku maritim serta pembentukan mekanisme penyelesaian krisis.
Namun, proses negosiasi sering kali terhambat akibat meningkatnya ketegangan di kawasan dan adanya konflik kepentingan antarnegara.
Sengketa wilayah ini melibatkan sejumlah negara ASEAN yang memiliki klaim tumpang tindih dengan China.
Pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim teritorial China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Putusan ini memenangkan Filipina dalam sengketa maritim dengan China. Meski demikian, China menolak hasil keputusan tersebut dan tetap mempertahankan klaimnya di wilayah tersebut.
Sejumlah negara ASEAN lainnya, termasuk Filipina, terus mendorong pembentukan aturan bersama yang bisa menjamin perdamaian, mencegah eskalasi konflik, dan memperkuat hukum internasional di kawasan strategis tersebut.