Pintasan.co, Jakarta – Boston Consulting Group (BCG), perusahaan konsultan manajemen asal Amerika Serikat yang sebelumnya terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan Gaza Humanitarian Foundation (GHF), mengumumkan pengunduran dirinya dari proyek tersebut menyusul insiden tragis di Rafah.

Keputusan ini dikonfirmasi oleh juru bicara perusahaan dan dilaporkan oleh The Washington Post pada Selasa, 3 Juni.

Langkah ini diambil setelah mencuat laporan mengenai kekacauan dalam distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza, di mana pasukan Israel dilaporkan menembaki warga sipil yang sedang menerima bantuan dari GHF di Rafah pada 1 Juni.

Tentara Israel membantah tuduhan itu. Sumber laporan berasal dari Kementerian Kesehatan Gaza dan sejumlah media besar di AS.

BCG, yang mulai bekerja sama dengan GHF pada musim gugur 2024, menyatakan bahwa mereka telah memutus kontrak dan menarik seluruh timnya dari Tel Aviv.

Selain itu, seorang staf senior yang memimpin proyek dilaporkan diskors sementara untuk keperluan penyelidikan internal.

Menurut beberapa sumber yang mengetahui situasi, kepergian BCG dinilai akan mempersulit kelangsungan operasional GHF karena perusahaan tersebut memainkan peran penting dalam merancang dan menjalankan yayasan tersebut.

“Mereka benar-benar membuat roda operasional berputar,” ujar salah satu sumber kepada The Washington Post.

Sebelumnya, pada 19 Mei, jurnalis Axios Barak Ravid melaporkan bahwa Israel memutuskan untuk kembali menyalurkan bantuan ke Gaza melalui GHF, yang mengoperasikan titik distribusi di wilayah selatan yang dikontrol militer Israel. Namun, langkah ini menuai kritik tajam.

Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, menyebut bahwa upaya Israel menyalurkan bantuan melalui GHF sebenarnya merupakan bentuk pemaksaan perpindahan warga Palestina.

Pada 20 Mei, ia menyatakan bahwa tindakan tersebut bertujuan menggusur paksa penduduk Gaza dari wilayah mereka.

Baca Juga :  Trump Minta Ukraina Bayar Kompensasi USD500 Miliar atas Dukungan AS dalam Perang Melawan Rusia

Menyusul insiden penembakan di Rafah yang menewaskan 31 warga sipil dan melukai 200 orang lainnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penyelidikan independen dan mendesak pertanggungjawaban atas tragedi tersebut.

Ia menekankan bahwa sangat tidak manusiawi jika warga Palestina harus mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapatkan makanan dan menuntut Israel menjalankan kewajiban hukumnya untuk menjamin akses bantuan kemanusiaan dan keselamatan pekerja PBB.