Pintasan.co, Yogyakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk dari Indonesia.
Menanggapi kebijakan tersebut, Wakil Ketua Apindo DIY, Timotius Apriyanto, memperkirakan bahwa hal ini dapat memicu kemunduran industri atau sunset industry di Indonesia.
Menurutnya, industri dalam negeri akan kesulitan bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
“Kita (Indonesia) akan dikenai 32 persen, plus 10 persen karena anggota BRICS. Dikenakan 20 persen saja kita udah kalah saing dengan Vietnam, jelas nggak akan kompetitif. Perdagangan Indonesia akan mengalami sunset industry,” katanya, Rabu (09/07/2025).
“Saya sangat menyayangkan Indonesia terlalu ambisius ke BRICS. Mestinya politik luar negeri bebas aktif, politik nonblok. Kalau BRICS menggunakan mata uang sendiri menyaingi dolar, Indonesia bisa dikenakan tarif 100 persen. Ini akan jadi kiamat bagi industri manufaktur,” sambungnya.
Sejak Trump mengumumkan tarif resiprokal, Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 10 persen.
Bahkan, pihak pembeli menginginkan agar beban kenaikan tarif impor dibagi dua dengan produsen. Kondisi ini jelas menjadi beban berat bagi pelaku industri.
Timotius, yang akrab disapa Tim, menilai bahwa pemerintah perlu segera mengambil langkah diversifikasi pasar.
Untuk wilayah DIY sendiri, terdapat beberapa pasar alternatif yang menjanjikan, seperti Istanbul dan Turki. Meskipun volumenya tidak sebesar Amerika Serikat, pasar tersebut bisa menjadi opsi pengganti yang potensial.
Selain Turki, kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah juga dinilai memiliki potensi pasar yang menjanjikan.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah agar segera mengambil langkah konkret dalam melakukan diversifikasi pasar.
“Kita harus proksi perdagangan, produk Indonesia ke Vietnam, Vietnam ke Amerika. Itu alternatif yang paling memungkinkan. Ke depan akan ada mekanisme perdagangan baru yang basisnya regional economy,” ujarnya.