Pintasan.co, Yogyakarta – Di tengah ancaman krisis pangan global dan minimnya regenerasi petani, masa depan pertanian Indonesia menghadapi tantangan serius.
Ketua Harian HKTI DPD DIY, Drs. R. Widi Handoko, menekankan pentingnya strategi yang tepat serta dukungan nyata dari negara bagi para petani, yang merupakan ujung tombak dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Jika kita berani menanam keadilan hari ini, besok kita akan menuai kedaulatan,” ucap Widi, Sabtu (16/7/2025).
minimnya regenerasi petani, masa depan pertanian Indonesia menghadapi tantangan serius.
Ketua Harian HKTI DPD DIY, Drs. R. Widi Handoko, menekankan pentingnya strategi yang tepat serta dukungan nyata dari negara bagi para petani, yang merupakan ujung tombak dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Bukan karena mereka malas, tetapi karena sistem yang gagal melindungi dan memberdayakan. Dalam skemanya, Bank Tani dirancang bukan semata sebagai lembaga keuangan, tetapi sebagai motor penggerak transformasi sosial-ekonomi berbasis gotong royong dan keadilan struktural.
Lima fitur utamanya, antara lain kredit tanpa agunan fisik, berbasis kelompok dan rencana usaha tani, suku bunga rendah hingga nol persen, disubsidi negara, pendampingan teknis oleh penyuluh profesional, skema asuransi pertanian yang terintegrasi, dan pelatihan manajemen dan literasi keuangan bagi petani.
“Bank Tani bukan hanya penyalur dana. Ia adalah denyut baru ekonomi pedesaan, membangun kapasitas dan posisi tawar petani,” terang Widi.
Lebih lanjut, Widi menekankan pentingnya reforma agraria sejati yang tak hanya berupa sertifikasi lahan. Reforma sejati mencakup redistribusi tanah yang adil, perlindungan hak agraria petani, dan pembangunan sistem pertanian yang berkelanjutan.
“Lahan hasil redistribusi tidak boleh menjadi jaminan utang yang bisa disita. Ini adalah hak agraria abadi petani yang harus dijaga,” tegasnya.
Tak kalah penting, ia juga mendorong lahirnya korporasi petani, koperasi modern atau perseroan petani. Di mana petani menjadi pemilik saham berbasis kepemilikan tanah sah mereka.
Melalui model ini, petani memiliki akses terhadap teknologi, pasar, logistik, hingga peluang untuk membangun merek dan meningkatkan nilai tambah produknya.
Pendekatan korporatisasi tersebut diyakini mampu menarik minat generasi muda untuk kembali terjun ke dunia pertanian, bukan sebagai beban warisan, melainkan sebagai profesi masa depan yang potensial dan menjanjikan.
“Negara tidak akan pernah berdaulat pangan jika petani terus dimarjinalkan. Bank Tani, reforma agraria, dan korporasi petani bukanlah beban fiskal. Mereka adalah investasi jangka panjang bagi kedaulatan bangsa,” tandasnya.