Pintasan.co, Surabaya – Upacara peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Minggu (17/8) di Jawa Timur diwarnai sejumlah insiden.
Meski diwarnai sejumlah insiden, upacara tetap berlangsung khidmat.
Di Kota Surabaya, pada saat upacara sebelum bendera dikibarkan, sempat terjadi insiden kecil yaitu bendera merah putih terbuka dalam posisi terbalik sebelum dikibarkan.
Sedangkan di Pulung, Ponorogo, seorang petani yang menjadi petugas upacara memanjat tiang karena bendera tersangkut.
Insiden pertama terjadi di Balai Kota Surabaya, saat proses pengibaran, bendera merah putih terbalik. Insiden ini terjadi saat bendera dalam posisi terbuka dan hendak dikerek.
Bendera yang seharusnya merah putih justru terbentang putih merah. Meski demikian, pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibra) tetap tenang dan segera membalikkan bendera ke posisi yang benar.
Setelah pengait diperbaiki, bendera merah putih pun dibentangkan dengan benar, lalu dikibarkan hingga berkibar dengan gagah di langit Balai Kota Surabaya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengapresiasi sikap tenang Paskibra dalam menghadapi insiden tersebut. Menurutnya, insiden itu justru menunjukkan mental kuat serta kekompakan mereka.
“Ketika kita melihat pasukan Paskibra kita, ada kekeliruan, tapi begitu tenangnya mereka. Begitu mereka diberikan support oleh teman-temannya, tidak ada kekeliruan ketika itu. Mereka bisa langsung maju untuk mengubah itu. Ketika ada kesalahan, mereka tidak gentar, tapi justru menunjukkan ketenangan,” kata Eri usai upacara.
Tak lupa Eri dengan tegas memotivasi kepada anggota Paskibra agar tidak patah semangat meski sempat terjadi kesalahan. Ia menilai semangat kebersamaan dan dukungan antar janggota menjadi kunci mereka bisa segera membenarkan bendera.
“Lihat, ketika bendera itu dibentangkan, maka tetap merah putih. Tapi ketika salah, mereka tidak langsung membentangkan. Karena ada ketenangan, ada kekompakan, ada kekeluargaan. Di situlah kekuatan Paskibra,” jelasnya.
Menurut Eri, Paskibra justru menunjukkan kualitas mental yang baik karena mampu menghadapi kesalahan dengan sikap tenang.
“Kalian adalah yang terbaik. Kalian sudah menjadi pilihan anak-anak muda Surabaya tingkat SMA dan SMK untuk menjadi pengibar bendera. Teruslah melangkah, karena sebuah kekurangan justru bisa menjadi penguat diri kita untuk menjadi lebih kuat lagi,” pungkasnya.
Sedangkan insiden di Ponorogo, seorang petani bernama Siswanto (40) yang juga menjadi petugas upacara nekat memanjat tiang setinggi 8 meter. Aksi heroiknya ini kemudian viral di media sosial.
Insiden ini terjadi di Desa Wagir Kidul, Kecamatan Pulung. Kejadian bermula ketika tali pengerek bendera tersangkut di tengah prosesi upacara. Upacara sempat terhenti sejenak.
Namun, tanpa banyak berpikir, Siswanto yang bertugas sebagai anggota pengibar bendera langsung nekat memanjat tiang besi itu. Dengan sigap, ia membetulkan tali sambil memastikan Merah Putih tetap berkibar sempurna di puncak tiang.
“Sempat panik, tapi saya merasa punya tanggung jawab agar bendera Merah Putih bisa tetap berkibar. Jadi saya spontan langsung memanjat,” kata Siswanto.
Kepala Desa Wagir Kidul, Suharyanto, mengapresiasi dan menyatakan rasa bangga sekaligus terkejut atas aksi warganya tersebut. Menurutnya, peristiwa itu baru pertama kali terjadi sepanjang pelaksanaan upacara di desanya.
“Jujur saya tidak menyangka. Selama ini Siswanto dikenal tidak bisa memanjat. Tapi demi Merah Putih, ia rela melakukan hal itu,” ujar Suharyanto.
Aksi heroik Siswanto sontak disambut tepuk tangan meriah dari para peserta upacara. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana seorang petani sederhana mampu menjadi pahlawan dadakan di momentum bersejarah. Hal ini tidak akan bisa terlupakan insiden membanggakan demi kibarkan merah putih tercinta.
Berkat keberanian Siswanto, jalannya pengibaran bendera Merah Putih akhirnya bisa dilanjutkan dengan khidmat hingga selesai. Bagi warga Wagir Kidul, 17 Agustus tahun ini bukan hanya sekadar peringatan, melainkan juga momen penuh inspirasi tentang cinta tanah air.