Pintasan.co, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menginstruksikan seluruh pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi anggaran belanja birokrasi, sebagai langkah menghadapi kebijakan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) dalam APBN 2026.
“Dengan adanya pergeseran transfer keuangan daerah yang sebagian kini dikelola pusat, maka solusi yang paling tepat adalah efisiensi, terutama pada pos belanja birokrasi,” kata Tito di Jakarta, Jumat (10/10).
Ia menjelaskan, pos belanja birokrasi mencakup pengeluaran seperti rapat, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan, serta konsumsi, yang menurutnya selama ini kerap berlebihan.
“Saat pandemi Covid-19, kita sudah pernah menekan anggaran hingga jauh berkurang, dan itu bisa berjalan baik. Jadi tidak ada alasan sekarang untuk tidak efisien,” tegas Tito.
Pernyataan tersebut disampaikan Mendagri usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembinaan dan Pengawasan 2025 yang digelar oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri.
Dorongan Efisiensi dan Pengawasan Ketat
Tito juga mengingatkan seluruh jajaran di bawah Kemendagri agar menjaga integritas dalam mengelola anggaran.
Ia menegaskan, penyimpangan dana publik akan berujung pada sanksi hukum.
“Anggaran harus benar-benar digunakan sesuai programnya, jangan dijadikan ajang bancakan. Kalau sampai melanggar, pasti akan berurusan dengan hukum,” ujarnya.
Selain efisiensi, Tito mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi fiskal, seperti mengoptimalkan potensi pajak restoran, hotel, dan parkir, yang menurutnya masih banyak mengalami kebocoran.
“Jangan menambah beban baru bagi rakyat kecil. Pastikan potensi pajak yang sudah ada bisa masuk utuh ke kas daerah,” tambahnya.
Peran Strategis Inspektorat Daerah
Dalam hal pengawasan, Tito menekankan pentingnya peran Inspektorat Daerah atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebagai garda terdepan pencegahan penyimpangan anggaran.
“Inspektorat jangan hanya turun setelah masalah muncul. Sejak perencanaan, mereka harus menilai apakah program itu efisien atau justru boros,” jelasnya.
Ia menyebut pengawasan perlu difokuskan pada program prioritas nasional, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, Desa Nelayan, serta program ketahanan pangan, yang menurutnya harus dilaksanakan secara transparan dan tepat sasaran.
“Program-program ini bukan hanya untuk pemerataan kesejahteraan, tapi juga bagian dari strategi mengalihkan efisiensi dana TKD agar ekonomi daerah tetap berputar,” kata Tito.
Latar Belakang Pemangkasan Dana TKD
Dalam rancangan APBN 2026, alokasi dana TKD ditetapkan sebesar Rp649,99 triliun, menurun signifikan dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2025 yang mencapai Rp864 triliun dan lebih kecil dari Rp919,9 triliun dalam APBN 2025.
Sebagai kompensasi, pemerintah pusat meningkatkan belanja program langsung ke daerah melalui kementerian/lembaga (K/L) menjadi sekitar Rp1.300 triliun, naik dari sebelumnya Rp900 triliun.
Menanggapi protes sejumlah kepala daerah, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan memahami kekhawatiran mereka, namun menegaskan pemangkasan dilakukan demi efisiensi dan tata kelola keuangan yang lebih baik.
“Kalau nanti ekonomi sudah membaik, pajak naik, dan kebocoran bisa ditekan, dana untuk daerah bisa ditingkatkan lagi,” ujar Purbaya.
Ia juga meminta pemerintah daerah memperbaiki citra dan kinerja agar kembali mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat.
“Kalau citra daerah bagus dan pengelolaan keuangannya transparan, desentralisasi bisa kembali berjalan optimal,” tandasnya.