Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa dirinya tidak mendukung penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pembentukan family office di Indonesia, gagasan yang pertama kali dicetuskan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, ketika masih menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi di era Presiden Jokowi.
Menurut Purbaya, pemerintah tidak akan mengalihkan pos belanja negara untuk proyek tersebut.
Namun, ia tidak mempermasalahkan jika pihak DEN ingin membangun family office dengan sumber pendanaan mandiri.
“Saya sudah dengar lama isu itu. Tapi silakan saja kalau DEN mau bangun, asal jangan pakai APBN. Saya tidak akan mengalihkan anggaran ke sana,” ujar Purbaya di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (13/10), dikutip dari Detik Finance.
Purbaya menambahkan, pihaknya hanya akan mengalokasikan dana APBN untuk program-program yang memiliki manfaat jelas dan terukur, agar pelaksanaannya bisa tepat waktu, tepat sasaran, dan terhindar dari kebocoran anggaran.
“Fokus saya adalah memastikan setiap anggaran digunakan secara efisien dan transparan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Purbaya menyebut dirinya tidak ikut terlibat dalam pembahasan atau perencanaan family office tersebut.
Ia juga mengaku belum memahami secara detail konsep yang diusulkan.
“Saya tidak terlibat. Kalau mereka mau lanjut, ya saya doakan saja. Tapi jujur, saya belum tahu persis konsepnya seperti apa,” katanya.
Latar Belakang Gagasan Family Office
Rencana pembentukan family office pertama kali disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan pada Mei 2024.
Ia mencontohkan negara-negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Abu Dhabi yang telah berhasil mengembangkan sistem serupa.
Hanya di Singapura saja, terdapat lebih dari 1.500 family office yang mengelola dana besar milik perusahaan keluarga dunia.
Pemerintah saat itu memperkirakan Indonesia berpotensi menarik investasi hingga US$500 miliar atau sekitar Rp8.151 triliun, setara 5 persen dari total aset global family office yang mencapai US$11,7 triliun.
Konsep family office sendiri mencakup berbagai layanan, seperti pengelolaan investasi, perencanaan keuangan, hingga konsultasi pajak.
Menurut Luhut, sistem tersebut akan memberikan insentif pajak kepada investor asing selama investasinya menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
Meskipun pemerintahan kini telah beralih ke Presiden Prabowo Subianto, Luhut sebelumnya memastikan bahwa rencana pendirian family office tetap berlanjut.
“Prosesnya masih berjalan dan kita harap segera bisa diputuskan presiden. Targetnya, tahun ini sudah bisa beroperasi,” ujar Luhut di Gedung Bursa Efek Indonesia, akhir Juli lalu.