Pintasan.co, Jakarta – Pasar aset digital mengalami guncangan hebat pada Jumat (10/10) lalu setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tarif impor 100 persen terhadap produk asal China.

Kebijakan tersebut memicu kepanikan di kalangan investor dan menyebabkan likuidasi kripto terbesar sepanjang sejarah.

Dalam hitungan jam, nilai Bitcoin anjlok 15,72 persen atau setara US$19 miliar di pasar derivatif akibat aksi jual besar-besaran.

Namun, pasar kembali pulih beberapa hari kemudian setelah sentimen investor berangsur membaik.

Meski mulai rebound, pelaku pasar opsi kini bersiap menghadapi potensi gejolak harga dan penurunan lanjutan pada dua aset utama: Bitcoin dan Ether.

Menurut laporan Reuters (15/10/2025), para investor kini memperkuat posisi mereka dalam perdagangan derivatif guna melindungi portofolio dari risiko kejatuhan berikutnya.

Para analis menyebut, aksi jual pada pekan lalu menjadi rekor penurunan 24 jam terbesar dalam sejarah kripto, sembilan kali lebih besar dibanding krisis Februari 2025 dan 19 kali lebih dahsyat ketimbang kejatuhan saat FTX bangkrut pada 2022.

Selama periode 10–11 Oktober, Bitcoin sempat merosot ke level US$104.782,88, turun lebih dari 14 persen dari puncaknya di US$122.574,46.

Saat ini, aset digital tersebut bergerak naik tipis 0,6 persen di kisaran US$115.718,13, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi di atas US$126.000 pada 6 Oktober.

Sementara itu, Ether sebagai kripto terbesar kedua turut terkoreksi 12,2 persen hingga menyentuh US$3.436,29 pada 10 Oktober.

Ketegangan antara Washington dan Beijing sempat memanas, namun pada akhir pekan, Trump menenangkan pasar dengan pernyataan bahwa “semua akan baik-baik saja” dan Amerika Serikat “tidak berniat menyakiti China”.

Pernyataan ini meredakan kepanikan dan membantu pemulihan harga kripto.

China sendiri kemudian menuding AS sebagai pemicu ketegangan, namun tidak melakukan langkah balasan.

Baca Juga :  Paus Fransiskus Siapkan Surat Pengunduran Diri pada 2013, Kondisi Kesehatannya Masih Kritis

Kepala riset Derive.xyz, Sean Dawson, mengatakan volatilitas melonjak tajam tidak hanya pada aset kripto, tetapi juga obligasi berjangka.

“Kekhawatiran penurunan harga semakin meningkat, terutama pada tenor jangka pendek,” ujarnya.

Data dari Derive.xyz memperlihatkan lonjakan besar pembelian kontrak ‘put’ pada Bitcoin dan Ether, tanda bahwa investor tengah melakukan lindung nilai (hedging) terhadap potensi penurunan harga.

Kontrak ‘put’ memberi hak kepada pemegangnya untuk menjual aset pada harga tertentu sebelum jatuh tempo, sehingga menjadi instrumen perlindungan ketika harga aset turun.

Beberapa di antaranya adalah kontrak ‘put’ Bitcoin dengan harga kesepakatan US$115.000 dan US$95.000 untuk jatuh tempo 31 Oktober.

Selain itu, terlihat pula pergeseran dari pembelian ke penjualan kontrak ‘call’ di level US$125.000 untuk 17 Oktober, menandakan pandangan bearish jangka pendek.

Meski pasar baru saja dilanda kehancuran, analis on-chain Willy Woo menilai bahwa arus investasi Bitcoin tetap stabil.

Hal itu menjadi alasan mengapa penurunan tidak separah yang diperkirakan, bahkan ketika pasar saham global ikut terguncang.

Sementara itu, Nic Puckrin, analis sekaligus pendiri The Coin Bureau, melihat sisi positif dari krisis ini.

Ia menyebut gejolak tersebut sebagai “momen pembersihan leverage berlebihan” yang membantu menata ulang keseimbangan risiko pasar.

“Sekarang tantangannya adalah menembus level resistensi penting agar Bitcoin dapat kembali mencetak rekor tertinggi baru pada tahun ini,” ujarnya optimistis.