Pintasan.co, Bandung – Denting sendok logam, gemericik air, dan ketukan ulekan berpadu menciptakan harmoni yang tak biasa di Pendopo Kota Bandung, Jumat (17/10/2025).

Suara-suara itu bukan dari orkestra atau gamelan, melainkan musik yang lahir dari dapur — tempat di mana aroma rempah, rasa, dan bunyi bersatu dalam irama yang menenangkan jiwa.

Suasana unik tersebut menjadi bagian dari perhelatan bertajuk “Pesuguhan: A Sensoritual Gastrodiplomacy”, salah satu rangkaian kegiatan Asia Africa Youth Forum (AAYF) 2025.

Acara ini menghadirkan pengalaman kuliner lintas budaya yang memadukan cita rasa, spiritualitas, dan nilai kemanusiaan dalam semangat diplomasi antarbangsa.

Diplomasi Melalui RasaWali Kota Bandung, Muhammad Farhan, membuka acara dengan kisah reflektif tentang perjalanannya ke berbagai negara. Ia menyampaikan bahwa makanan memiliki kekuatan untuk menembus batas bahasa dan perbedaan budaya.

“Saya pernah ke New York dan melihat bagaimana restoran Korea bisa mengubah wajah sebuah jalan. Itulah kekuatan gastrodiplomasi — diplomasi melalui rasa,” ujar Farhan di hadapan para delegasi dari berbagai negara, termasuk Rwanda, Guinea, Uni Emirat Arab, dan Papua Nugini.

Menurut Farhan, kuliner bukan sekadar soal dapur atau bisnis, tetapi bagian dari ekosistem ekonomi kreatif yang berkembang pesat di Indonesia. Bandung, katanya, menjadi salah satu episentrum pergerakan tersebut.

“Makanan tradisional seperti bubur hanjeli atau wedang tebu bukan hanya hidangan lokal, tapi juga simbol ketahanan pangan dan identitas bangsa,” tambahnya.

Perpaduan Rasa dan Nilai“Pesuguhan” menghadirkan konsep sensoritual — perpaduan antara sensasi rasa dan nilai spiritualitas yang terkandung dalam setiap sajian. Peserta tidak hanya menikmati makanan, tetapi juga diajak memahami makna di balik setiap bahan dan cara penyajian, dari filosofi hingga nilai kemanusiaan yang diwakilinya.

Baca Juga :  Inflasi Jawa Tengah November 2024 Tercatat 0,26 Persen, Lebih Rendah dari Inflasi Nasional

Acara ini menjadi ruang pertemuan antara budaya, diplomasi, dan kreativitas generasi muda Asia-Afrika. Melalui makanan, mereka belajar bahwa diplomasi bisa berawal dari meja makan — dari kesediaan berbagi rasa dan cerita.

Dengan semangat tersebut, Bandung kembali menegaskan posisinya sebagai kota kreatif dunia yang tidak hanya mengolah ide, tetapi juga meramu harmoni lintas budaya melalui rasa.