Pintasan.co, Jakarta Raksasa kopi dunia Starbucks mengumumkan akan melepas 60 persen saham bisnis ritelnya di Tiongkok kepada perusahaan investasi Boyu Capital. Kesepakatan tersebut bernilai sekitar USD 4 miliar atau setara Rp66 triliun.

Dalam perjanjian itu, Starbucks tetap mempertahankan 40 persen kepemilikan serta hak eksklusif atas merek dagangnya di Tiongkok.

Perusahaan menilai nilai total bisnis ritelnya di negara tersebut mencapai USD 13 miliar.

Starbucks pertama kali hadir di pasar Tiongkok pada tahun 1999 dan kini menjadi pasar terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan menghadapi persaingan ketat dari pemain lokal seperti Luckin Coffee yang sukses menarik pelanggan dengan harga lebih murah dan promosi agresif.

Kantor pusat operasional Starbucks di Tiongkok akan tetap berlokasi di Shanghai. Saat ini jaringan tersebut memiliki sekitar 8.000 gerai dan berencana memperluasnya hingga mencapai 20.000 gerai dalam beberapa tahun ke depan.

Mengutip laporan BBC pada Selasa (4/11/2025), Starbucks menyebut kemitraan dengan Boyu Capital sebagai “tonggak penting” yang mencerminkan komitmen jangka panjang mereka terhadap pasar Tiongkok.

Kolaborasi ini diharapkan mampu menggabungkan kekuatan global Starbucks dengan pemahaman Boyu terhadap karakter konsumen lokal.

Kesepakatan ini diperkirakan akan rampung pada tahun depan. Starbucks juga berencana meluncurkan inovasi produk minuman baru dan memperluas platform digitalnya guna memperkuat keterlibatan pelanggan di Tiongkok.

Boyu Capital sendiri merupakan perusahaan ekuitas swasta yang berfokus pada investasi di sektor ritel, keuangan, dan teknologi, dengan kantor di Shanghai, Hong Kong, dan Singapura.

Langkah strategis ini muncul setelah berbulan-bulan spekulasi mengenai arah bisnis Starbucks di Tiongkok.

Mantan CEO Laxman Narasimhan sebelumnya menyebut bahwa perusahaan tengah mencari mitra strategis untuk memperkuat posisi di pasar kopi terbesar kedua di dunia tersebut.

Baca Juga :  Prabowo dan Xi Jinping Sepakati 7 Kerja Sama Baru untuk Perkuat Hubungan Indonesia-China

Kesepakatan dengan Boyu menjadi salah satu transaksi terbesar yang dilakukan perusahaan global di Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai perbandingan, pada 2016 Yum! Brands juga menjual sebagian besar bisnis KFC dan Pizza Hut-nya di Tiongkok karena tekanan pasar.

Sejumlah perusahaan besar Amerika Serikat lainnya seperti Gap dan Uber juga mengalami tantangan serupa dalam mempertahankan bisnis di pasar Tiongkok.

Penurunan penjualan Starbucks di Tiongkok dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19, melemahnya daya beli masyarakat, dan persaingan agresif dari merek lokal.

Luckin Coffee kini bahkan memiliki jumlah gerai yang melampaui Starbucks.

Untuk bertahan, Starbucks telah menurunkan harga produknya meski langkah tersebut mengurangi margin keuntungan.

Sejak dipimpin CEO Brian Niccol mantan kepala eksekutif Chipotl, perusahaan tengah menjalankan restrukturisasi global, termasuk memperbarui menu, merekrut lebih banyak barista, dan mengurangi otomatisasi di gerai. Saat ini Starbucks mengoperasikan lebih dari 40.000 gerai di seluruh dunia.