Pintasan.co, Jakarta – Dukungan tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) terhadap pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2 RI Soeharto dinilai sebagai langkah penting dalam rekonsiliasi sejarah bangsa.

Sikap kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini menunjukkan adanya kesadaran kolektif untuk menilai tokoh bangsa secara lebih objektif, terlepas dari kontroversi masa lalu.

Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menyebut Soeharto sebagai figur berpengaruh dalam sejarah Indonesia yang memiliki jasa besar bagi bangsa. “Pak Harto layak mendapat gelar pahlawan nasional karena pengabdiannya sejak masa revolusi hingga pembangunan nasional,” kata Dadang di Jakarta, Rabu (5/11) oleh CNN Indonesia.

Menurutnya, capaian Soeharto pada masa pemerintahan seperti swasembada beras, program Keluarga Berencana (KB), dan stabilitas ekonomi-politik menjadi bagian penting dalam sejarah pembangunan nasional.

Sementara itu, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur menilai usulan tersebut sejalan dengan semangat menghargai jasa para tokoh lintas generasi. Ia juga mendukung langkah Kementerian Sosial di bawah Menteri Saifullah Yusuf yang tengah memproses sejumlah tokoh untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

“Penetapan ini bisa menjadi momentum rekonsiliasi sejarah dan penguatan nilai kebangsaan. Semua pihak—sipil, militer, maupun ulama—memiliki peran besar dalam perjalanan Indonesia,” ujar Gus Fahrur, oleh CNN Indonesia.

Menurutnya, baik Soeharto maupun KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memiliki kontribusi penting dalam dua fase berbeda. “Pak Harto berjasa pada stabilisasi dan pembangunan ekonomi, sementara Gus Dur berperan besar dalam demokrasi dan rekonsiliasi bangsa,” tambahnya.

Kementerian Sosial sendiri tahun ini mengajukan 40 nama tokoh nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK). Di antaranya Soeharto, KH Abdurrahman Wahid, aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf, Ali Sadikin, KH Bisri Syansuri, Syaikhona Kholil Bangkalan, dan Prof. Mochtar Kusumaatmadja.

Baca Juga :  Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 1447 H Jatuh pada 18 Februari 2026

Langkah dukungan Muhammadiyah dan PBNU ini menjadi sinyal kuat bahwa penilaian terhadap sejarah Indonesia kini mulai diarahkan pada semangat pengakuan atas jasa tokoh bangsa tanpa sekat politik.