Pintasan.co, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa anggota Polri yang masih aktif tidak diperbolehkan lagi menduduki jabatan sipil, kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Keputusan ini berlaku meskipun ada perintah atau penugasan langsung dari Kapolri.
Putusan tersebut merupakan hasil dari perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diajukan untuk menguji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025), Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa permohonan para pemohon dikabulkan seluruhnya.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa syarat “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan ketentuan tegas bagi anggota Polri yang ingin menempati jabatan sipil.
Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” justru menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum, karena memperluas makna pasal dan membuka peluang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan statusnya.
Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin, yang menilai keberadaan pasal tersebut melanggar prinsip netralitas aparatur negara, serta menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.
Dalam permohonannya, Syamsul menyoroti praktik di mana sejumlah polisi aktif menempati jabatan strategis di luar Polri, seperti di KPK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNN, BSSN, dan BNPT, tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
Menurut MK, ketentuan dalam UU Polri yang sebelumnya memungkinkan hal tersebut telah menciptakan dwifungsi Polri, di mana anggota kepolisian tidak hanya berperan dalam bidang keamanan, tetapi juga turut dalam pemerintahan dan birokrasi sipil.
Putusan ini sekaligus mempertegas pemisahan peran antara aparat penegak hukum dan jabatan sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia.
