Pintasan.co, Jakarta – Sejumlah rumah, tembok, serta tenda pengungsian di Jalur Gaza dilaporkan roboh akibat terjangan Badai Byron yang melanda wilayah tersebut.

Badai ini menghantam Gaza yang telah luluh lantak akibat perang, dan menewaskan sedikitnya 16 orang dalam kurun 24 jam terakhir, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera pada Sabtu (13/12/2025).

Di antara korban meninggal terdapat tiga anak, termasuk seorang bayi berusia delapan bulan, yang dilaporkan meninggal akibat hipotermia.

Warga Palestina yang kelelahan akibat konflik berkepanjangan nyaris tidak memiliki perlindungan maupun persiapan menghadapi cuaca ekstrem tersebut.

Seorang bayi perempuan bernama Rahaf Abu Jazar, yang mengungsi bersama keluarganya di Khan Younis, meninggal dunia setelah tenda tempat mereka berlindung terendam air hujan deras.

Kematian ini terjadi di tengah pembatasan ketat Israel terhadap masuknya bantuan musim dingin, meskipun sebelumnya telah ada janji pembukaan akses bantuan dalam kesepakatan gencatan senjata pada 10 Oktober 2025.

Ibu korban, Hejar Abu Jazar, menuturkan bahwa bayinya ditemukan dalam kondisi basah kuyup dan kedinginan saat pagi hari. Ia meninggal dunia akibat paparan udara dingin dan angin kencang.

Selain itu, dua anak Palestina lainnya juga dilaporkan meninggal akibat cuaca dingin ekstrem di lokasi pengungsian berbeda di Kota Gaza.

Salah satunya adalah Hadeel Hamdan (9), yang berlindung bersama keluarganya di sekolah yang dialihfungsikan menjadi tempat pengungsian dengan fasilitas pemanas yang sangat terbatas.

Korban lainnya, bayi bernama Taym al-Khawaja, meninggal saat tinggal di reruntuhan rumah keluarganya di Kamp Pengungsi Shati.

Juru bicara pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, menyebut enam orang tewas akibat runtuhnya sebuah rumah di wilayah Bir Al-Naja, Gaza utara.

Dua jenazah lainnya ditemukan di bawah puing bangunan di kawasan Sheikh Radwan, Kota Gaza.

Selain itu, lima orang dilaporkan meninggal dalam sejumlah insiden runtuhnya tembok akibat cuaca buruk.

Baca Juga :  Zulhas Pastikan Bulog Beli Gabah Petani Rp 6.500 Saat Panen Raya di Banyuasin

Tim pertahanan sipil juga menerima laporan runtuhnya sedikitnya 13 rumah akibat hujan lebat dan angin kencang, terutama di wilayah Kota Gaza dan bagian utara.

Di Gaza tengah, tepatnya di Nuseirat, warga berupaya mengalirkan genangan air dari sekitar tenda mereka menggunakan peralatan seadanya.

Anak-anak terlihat berjalan di genangan air berlumpur tanpa alas kaki, sementara hujan terus mengguyur kawasan tersebut.

Richard Peeperkorn, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk wilayah Palestina yang diduduki, menyatakan bahwa Badai Byron memperparah kondisi kehidupan warga Gaza yang sudah berada dalam situasi sangat memprihatinkan.

Ia menyoroti buruknya kondisi tempat tinggal pengungsi yang berada di wilayah pesisir rendah tanpa sistem drainase dan perlindungan memadai, sehingga meningkatkan risiko penyakit.

Sementara itu, ratusan ribu keluarga Palestina masih bertahan di tenda-tenda darurat yang rapuh.

Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan menerima lebih dari 2.500 panggilan darurat dalam 24 jam, termasuk laporan runtuhnya tiga bangunan di Kota Gaza.

Di sisi lain, pasokan tenda dan perlengkapan musim dingin masih tertahan di perbatasan akibat pembatasan bantuan oleh Israel.

Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mencatat hanya 15.600 tenda yang berhasil masuk ke Gaza sejak gencatan senjata, jumlah yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 1,29 juta warga yang membutuhkan tempat tinggal.

Kelompok HAM Israel, B’Tselem, menyebut lebih dari 6.500 truk bantuan yang membawa perlengkapan musim dingin masih menunggu izin masuk.

UNICEF Palestina juga memperingatkan ancaman serius krisis kesehatan, terutama bagi anak-anak, akibat buruknya sanitasi dan potensi merebaknya penyakit yang ditularkan melalui air.

Hingga kini, sekitar 250 ribu keluarga Palestina tinggal di kamp-kamp pengungsian di Jalur Gaza dengan kondisi yang semakin memburuk.

Meski gencatan senjata telah diberlakukan sejak Oktober, pembatasan bantuan yang terus berlangsung membuat situasi kemanusiaan di Gaza belum menunjukkan perbaikan signifikan.