Pintasan.co, Surabaya – Menindaklanjuti kasus nenek Elina Widjajanti (80) yang diduga diusir paksa oleh oknum organisasi kemasyarakatan (ormas) akhirnya Pemerintah Kota Surabaya akan membentuk Satgas Anti premanisme. Pembentukan satgas ini untuk mencegah praktik premanisme serta menjamin rasa aman warga Kota Surabaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan, pembentukan satgas dilakukan sebagai respons atas peristiwa yang sempat viral tersebut.
“Jadi kalau ada kegiatan yang kemarin viral terkait nenek yang dilakukan oleh ormas, maka di Surabaya ini akan kita bentuk Satgas Anti preman, yang di sana itu ada TNI, ada Polri, dan ada seluruh suku yang ada di Kota Surabaya,” katanya, Sabtu (27/12/2025).
Eri menegaskan, kasus dugaan pengusiran paksa terhadap Elina saat ini tengah ditangani Polda Jawa Timur dan akan menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Surabaya.
“Kejadian ini sudah ditangani Polda dan nanti Insyaallah saya akan ke Polda agar menjadi atensi, masalah ini biar cepat selesai. Sehingga ada kepercayaan, ada trust warga Surabaya, ada keamanan untuk warga Surabaya,” jelas Eri.
Tidak hanya membentuk satgas, Eri juga mengajak masyarakat untuk berani melawan praktik-praktik yang tidak sesuai prosedur hukum. Namun pihaknya mengingatkan agar perlawanan tersebut tidak menimbulkan konflik antar warga.
“Kalau ada yang seperti itu, ya ayo kita lawan bareng-bareng. Kita harus berani dan Insyaallah hukum tidak boleh berhenti, tapi jangan terjadi benturan antar sesama warga Kota Surabaya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Elina Widjajanti (80), warga Dukuh Kuwukan 27, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, diduga diusir paksa dari rumahnya oleh oknum salah satu ormas. Peristiwa tersebut terekam video dan viral di media sosial.
Dalam rekaman itu, Elina terlihat menolak keluar dari rumah sebelum akhirnya ditarik dan diangkat paksa oleh sejumlah pria. Kuasa hukum korban, Wellem Mintarja, menyebut kejadian bermula pada 6 Agustus 2035 saat puluhan orang mendatangi rumah kliennya.
“Kemungkinan antara 30 orang yang diduga melakukan pengusiran secara paksa, terus kemudian melakukan eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” ujarnya, Jumat (26/12/2025).
Akibat peristiwa tersebut, Elina mengalami luka hingga berdarah dan tidak sempat menyelamatkan barang-barang penting. Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat bayi berusia 1,5 tahun, balita lima tahun, seorang ibu, serta lansia lainnya.
Setelah pengusiran, penghuni disebut dilarang masuk ke rumah, akses dipalang, hingga bangunan akhirnya dibongkar rata dengan tanah.
“Beberapa hari kemudian ada orang mengangkut barang-barang menggunakan pick up tanpa izin penghuni. Lalu datang alat berat, dan sekarang rumah itu sudah rata dengan tanah,” jelas Wellem.
Atas kejadian itu, keluarga korban menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan pengeroyokan dan perusakan ke Polda Jawa Timur.
“Kami di awal ini melaporkan tentang pengeroyokan terus kemudian yang disertai dengan perusakan barang secara bersama-sama di tempat umum ya,” tegasnya.
