Pintasan.co, Jakarta – Dolar Amerika Serikat masih berada di bawah tekanan di pasar global seiring meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga lanjutan oleh Federal Reserve pada 2026.
Indeks dolar, yang mencerminkan pergerakan dolar terhadap sejumlah mata uang utama dunia, tercatat melemah 0,1 persen ke level 97,96.
Pelemahan ini terjadi di tengah perhatian pelaku pasar terhadap arah kebijakan moneter AS. Sentimen investor dipengaruhi oleh kondisi ekonomi domestik, termasuk perlambatan pasar tenaga kerja serta inflasi yang belum sepenuhnya mereda.
Pasar kini menantikan rilis risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Desember untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai sikap internal The Fed terkait suku bunga.
Pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember lalu menurunkan kisaran target suku bunga acuan menjadi 3,50–3,75 persen.
Sepanjang 2025, total penurunan suku bunga mencapai 75 basis poin sebagai upaya mendukung pertumbuhan ekonomi.
Untuk 2026, pasar masih membuka peluang penurunan suku bunga lanjutan, meski probabilitasnya mulai menyusut.
Berdasarkan data CME FedWatch, peluang suku bunga tetap dipertahankan pada pertemuan Januari mencapai 81,7 persen, sementara kemungkinan penurunan 25 basis poin turun menjadi 18,3 persen.
Kondisi ini mencerminkan sikap pasar yang semakin berhati-hati dalam memproyeksikan langkah The Fed.
Sementara itu, yen Jepang menunjukkan penguatan setelah sempat tertekan. Pada perdagangan Senin, yen menguat 0,3 persen ke level 156,13 per dolar AS.
Penguatan ini didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga lanjutan oleh Bank of Japan (BOJ) serta potensi intervensi di tengah likuiditas pasar akhir tahun yang menipis.
Pernyataan Menteri Keuangan Jepang yang menegaskan kebebasan pemerintah dalam merespons pergerakan yen turut menahan tekanan lebih lanjut.
Di Eropa, euro tercatat menguat tipis 0,1 persen ke level USD1,1780, didukung sentimen positif dari optimisme diplomatik terkait konflik Ukraina.
Sementara itu, dolar Australia relatif stabil di USD0,6714 dan dolar Selandia Baru bertahan di USD0,5830.
Pergerakan mata uang global tersebut mencerminkan kehati-hatian investor dalam menyikapi dinamika suku bunga, kebijakan moneter, dan ketidakpastian geopolitik. Diversifikasi portofolio pun semakin terlihat di tengah volatilitas dolar AS.
Ke depan, pelaku pasar akan mencermati risalah FOMC dan arah kebijakan bank sentral utama dunia sebagai penentu strategi perdagangan dan lindung nilai.
Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan dolar AS, sementara mata uang lain mulai menunjukkan pemulihan terbatas menjelang awal 2026.
