Pintasan.co, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat keberhasilan aparat keamanan menggagalkan 27 rencana aksi terorisme di Indonesia sepanjang 2023 hingga September 2025. Capaian ini disebut sebagai hasil kerja intelijen dan penegakan hukum yang mampu mencegah aksi teror sebelum terjadi.
“Dari tahun 2023 sampai dengan September 2025, terdapat 27 perencanaan serangan yang berhasil dicegah. Artinya tiga tahun ini aparat intelijen, aparat penegak hukum mampu mencegah terjadinya peristiwa tindak-tindak terhadap terorisme,” ujar Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono dalam pernyataan pers akhir tahun di Hotel Pullman Jakarta, Selasa, 30 Desember 2025.
BNPT menjelaskan, data tersebut bersumber dari hasil pengungkapan kasus dan putusan pengadilan dalam kurun waktu 2023–2025. Eddy menilai temuan ini sejalan dengan pendekatan pencegahan dini sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Yang pertama adalah bahwa selama 3 tahun terakhir ini terdapat 27 perencanaan serangan yang berhasil dicegah,” kata Eddy.
362 Orang Disidangkan, Mayoritas Afiliasi ISIS
Dalam periode yang sama, aparat mengamankan ratusan pelaku terorisme. BNPT mencatat 362 orang telah ditangkap dan menjalani proses persidangan dalam tiga tahun terakhir. Mayoritas pelaku diketahui terafiliasi atau bersimpati pada kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
“Kemudian, 362 orang itu disidangkan selama 3 tahun terakhir. Mayoritas merupakan afiliasi atau simpatisan ISIS dan semuanya laki-laki,” ujar Eddy.
Ia menambahkan terdapat 11 pelaku perempuan yang terlibat dalam berbagai aktivitas, mulai dari propaganda, penggalangan dana, hingga koordinasi dalam komunitas kelompok teroris.
Ruang Digital Jadi Lahan Baru Terorisme
BNPT juga menyoroti meningkatnya penyalahgunaan ruang digital dalam aktivitas terorisme. Tercatat 137 pelaku aktif memanfaatkan platform digital untuk kegiatan teror, sementara 32 pelaku terpapar paham radikal secara daring sebelum bergabung dengan jaringan terorisme. Selain itu, terdapat 17 pelaku yang melakukan aktivitas terorisme di ruang digital tanpa keterlibatan langsung dengan jaringan, atau dikenal sebagai fenomena self-radicalization.
“Nah, ini menunjukkan bahwa risiko penyalahgunaan ruang digital ini semakin berkembang oleh jaringan terorisme maupun simpatisan terorisme,” ungkap Eddy.
Dari sisi pendanaan, BNPT menemukan 16 kasus pendanaan terorisme dengan nilai akumulasi lebih dari Rp5 miliar selama tiga tahun terakhir, dengan total mencapai Rp5.093.810.613.
BNPT menegaskan akan terus memperkuat langkah pencegahan dan penegakan hukum, terutama dalam menghadapi pola baru terorisme yang semakin memanfaatkan ruang digital.
