Pintasan.co, Makassar – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Hayat Gani, menuntut hak kepegawaiannya berupa gaji dan tunjangan yang mencapai lebih dari Rp 8 miliar.

Tuntutan ini diajukan menyusul kemenangan hukumnya atas pemberhentian dirinya sebagai Sekda melalui putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Abdul Hayat menyampaikan tuntutannya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Sulsel.

Ia menilai Pemprov Sulsel memiliki kewajiban untuk membayarkan seluruh hak kepegawaiannya sejak ia diberhentikan pada akhir 2022 hingga awal 2025.

“Saya menang melawan Keppres yang memberhentikan saya. Artinya, hak-hak saya sebagai ASN harus dipulihkan. Nilainya sesuai putusan MA, yaitu sekitar Rp 8 miliar,” tegas Abdul Hayat.

Persoalan ini bermula dari Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 142/TPA Tahun 2022 yang memberhentikan Abdul Hayat dari jabatannya.

Ia kemudian menggugat Kepres tersebut ke PTUN Jakarta dan menang. Gugatan Presiden ke tingkat banding dan kasasi juga ditolak.

Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara telah menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri agar Abdul Hayat dikembalikan ke jabatan semula, beserta pemulihan hak kepegawaiannya.

Namun, Pemprov Sulsel menilai permintaan pembayaran gaji tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Pemprov Sulsel: Tak Ada SK Presiden Baru, Tak Bisa Bayar

Sekretaris Daerah Sulsel saat ini, Jufri Rahman, menegaskan bahwa tidak ada SK baru dari Presiden yang membatalkan pemberhentian atau mengangkat kembali Abdul Hayat sebagai Sekda.

Tanpa dasar hukum itu, pembayaran gaji dan tunjangan tidak bisa dilakukan.

“Tidak ada SK Presiden baru yang membatalkan pemberhentian Pak Hayat, sehingga tidak ada dasar pembayaran hak sebagai Sekda. Hak yang bisa diberikan hanya hak sebagai ASN biasa,” jelas Jufri.

Abdul Hayat, menurut Pemprov, hanya tercatat dalam dua jabatan administratif lain: sebagai Analis Pengembangan SDM ASN dan Staf Ahli Gubernur, sesuai dua SK Gubernur Sulsel pada 2022 dan 2024.

Baca Juga :  Prosesi Pelantikan Prabowo-Gibran Dimulai Jam 10, Lagu Indonesia Raya Mengawali Acara

Lebih lanjut, Jufri menyebut Abdul Hayat juga tidak memenuhi prosedur administrasi untuk mendapatkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), karena tidak mengisi dokumen kinerja melalui sistem e-Kinerja sesuai Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2024.

Pemprov Tekankan Prinsip Kehati-hatian

Kepala Biro Hukum Setda Sulsel, Herwin Firmansyah, menambahkan bahwa semua pengeluaran pemerintah harus memiliki dasar hukum dan bukti yang sah.

Berdasarkan Pasal 141 PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pembayaran hanya dapat dilakukan jika hak tersebut benar-benar melekat secara hukum.

“Hingga kini, tidak ada SK pengangkatan ulang atau pembatalan Kepres sebelumnya. Maka kami tidak punya dasar hukum untuk membayar,” ungkap Herwin.

Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele, juga menyatakan bahwa TPP hanya bisa diberikan jika ada penilaian kinerja yang jelas dan terdokumentasi.

Penilaian tersebut merujuk pada produktivitas dan disiplin kerja, sebagaimana diatur dalam Keputusan Mendagri dan Permenpan RB yang berlaku.

Komisi A DPRD Sulsel Akan Konsultasi ke BKN dan Kemendagri

Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo, mengatakan pihaknya akan melakukan konsultasi ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri guna mencari solusi hukum terhadap tuntutan Abdul Hayat.

“Permasalahan ini kompleks dan harus hati-hati. Kami akan konsultasi dengan pihak-pihak terkait agar keputusan yang diambil sesuai peraturan,” jelasnya.

Abdul Hayat berharap DPRD bisa menjadi mediator dalam menyelesaikan persoalan ini.

Ia menegaskan bahwa kemenangan hukumnya sudah final dan harusnya diikuti dengan pemulihan haknya.

“Kalau sudah inkrah, itu keputusan hukum tertinggi. Apa lagi yang mau ditunggu?” ujar Hayat.