Pintasan.co, Jakarta – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), dan mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, mulai menunjukkan langkah politik mereka menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.
Jokowi, yang mendukung pasangan calon nomor 1, Ridwan Kamil-Suswono (RK-Suswono), semakin aktif mendukung mereka, terutama melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Dukungan Jokowi, yang sebelumnya juga menjabat sebagai Gubernur Jakarta, terungkap saat ia bertemu dengan relawan dan Ridwan Kamil di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Senin (18/11).
Pada hari berikutnya, Jokowi kembali bertemu Ridwan Kamil dalam acara pelantikan Perkumpulan Keluarga Besar Putra Jawa Keturunan Sumatera (Pujakesuma) DKI Jakarta di Padepokan Pencak Silat TMII.
Sementara itu, Anies Baswedan secara lebih hati-hati memberikan sinyal dukungan kepada pasangan Pramono Anung-Rano Karno.
Anies sebelumnya telah menerima kedatangan Pram-Rano di kediamannya pada 15 November lalu. Pada hari ini, Anies kembali bertemu Pram-Rano, kali ini dengan mengundang para ulama dan habib untuk bertemu dengan pasangan calon yang didukung oleh PDIP tersebut.
Meskipun demikian, Anies belum secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap Pram-Rano dalam Pilgub Jakarta 2024.
Lalu, siapakah yang memiliki pengaruh lebih besar dalam menggerakkan elektabilitas di Pilkada Jakarta 2024?
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai bahwa keterlibatan Anies dan Jokowi dalam Pilkada Jakarta menunjukkan usaha masing-masing pasangan calon untuk meraih dukungan dari tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di Jakarta.
Agung mengatakan bahwa setiap pasangan calon, baik Pram-Rano maupun RK-Suswono, sangat membutuhkan arahan dan dukungan dari tokoh-tokoh yang berpengaruh untuk memastikan kemenangan mereka.
Menurut Agung, kepentingan politik Anies dan Jokowi juga sejalan dengan upaya mereka untuk memastikan bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta 2024-2029 dapat menjadi jembatan bagi kepentingan politik mereka setelah keduanya tidak lagi memegang jabatan.
Anies, menurut Agung, membutuhkan panggung politik untuk menjalankan aspirasi politiknya, yang sedikit banyak memiliki kesamaan dengan Pram-Rano atau PDIP.
Di sisi lain, Jokowi ingin memastikan bahwa ia tetap memiliki pengaruh strategis di Jakarta, mengingat legacy-nya di ibu kota.
Namun, Agung menyatakan bahwa meskipun Jokowi dan Anies memiliki pengaruh besar, masih sulit untuk menilai siapa yang lebih mampu meningkatkan elektabilitas pasangan calon yang mereka dukung.
Ia mengatakan bahwa kedua tokoh ini telah terbukti memiliki pengaruh besar, seperti yang terlihat dalam Pilkada Jakarta 2017, di mana Anies mengalahkan calon yang didukung Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sementara itu, Jokowi berhasil mengalahkan Anies dalam Pilpres 2024.
Di sisi lain, Agung mengingatkan bahwa pasangan Pram-Rano dan RK-Suswono tidak bisa hanya mengandalkan dukungan Jokowi atau Anies untuk memenangkan Pilkada Jakarta.
Kampanye harus tetap sistematis
Mereka tetap harus menjalankan kampanye yang sistematis dan sesuai dengan psikologi pemilih Jakarta, yang lebih rasional dalam menentukan pilihan mereka.
“Hanya mengandalkan dukungan dari kingmaker seperti Jokowi atau Anies tidak cukup untuk memenangkan Pilkada Jakarta,” tegasnya.
Senada dengan Agung, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, juga menilai sulit untuk menentukan siapa yang lebih memiliki pengaruh elektoral antara Jokowi dan Anies.
Kedua tokoh ini, menurutnya, memiliki ciri khas dan basis pemilih yang berbeda, yang bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak elektabilitas pasangan yang mereka dukung.
“Secara kontestasi Pilkada, kedua figur ini sangat kuat,” ujar Arifki.
Arifki juga berpendapat bahwa baik Jokowi maupun Anies memiliki peluang untuk memperbesar pengaruh mereka dalam Pilkada Jakarta 2024, tergantung pada seberapa sering dan maksimal mereka melakukan kampanye untuk pasangan yang mereka dukung.
Jika hanya satu kali bertemu atau memberi dukungan, maka hal itu mungkin tidak cukup untuk mempengaruhi elektabilitas secara signifikan.
Di sisi lain, Arifki menyebut bahwa keterlibatan Anies dan Jokowi dalam Pilkada Jakarta juga telah mengubah konstelasi politik.
Ia menyatakan bahwa dengan keterlibatan kedua tokoh tersebut, peluang untuk Pilkada Jakarta berjalan dalam satu putaran menjadi lebih kecil.
“Ada kemungkinan Pilkada Jakarta akan berlangsung dua putaran,” tutupnya.