Pintasan.co, Klaten – Rencana penerapan kebijakan zero over dimension over load (ODOL) oleh pemerintah pada awal Juli 2025 mendapat penolakan dari para sopir truk logistik. Sebagai bentuk protes para sopir di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, melakukan aksi mogok kerja secara serentak pada Kamis (19/6/2025).
Aksi damai yang merupakan bentuk solidaritas dari para sopir logistik lintas komunitas yang tergabung dalam Klaten Bersatu ini berlangsung di Sub Terminal Delanggu, Klaten. Sekitar seratus sopir bersama truk-truk logistik mereka memadati lokasi sejak pukul 10.00 WIB.
Dalam aksi tersebut, para sopir menyampaikan keberatan mereka terhadap kebijakan pembatasan muatan kendaraan logistik yang diatur dalam Undang-Undang Zero ODOL.
Mereka mendesak agar pemerintah, bersama dinas perdagangan, industri, serta pihak-pihak yang terkait dengan sektor transportasi, duduk bersama dengan perwakilan sopir di lapangan.
Para sopir berharap dapat ditemukan solusi yang adil agar mereka tidak dirugikan atau menjadi pihak yang terdampak paling berat ketika UU Zero ODOL mulai diberlakukan.
“Istilahnya kami menjalankan tugas, disuruh sama yang punya barang untuk memuat banyak muatan. Tapi kenyataannya di jalan, kami yang menjadi korban. Apalagi Undang-Undang itu kan pidananya penjara. Lha itukan terlalu menakutkan,” ungkap seorang sopir truk, Joko Ilham (48), kepada Tribunjogja.com, Kamis (19/6/2025).
“Ya makanya kami keberatan,” ujarnya.
Dia menyebut, biasanya membawa muatan 7-8 ton sekali angkut.
Jika digabungkan dengan berat kendaraan truk itu sendiri, total bobotnya bisa mencapai sekitar 10 hingga 11 ton.
Namun, jika kebijakan zero ODOL mulai diberlakukan, maka setiap truk logistik hanya diizinkan mengangkut muatan maksimal sekitar 4 hingga 5 ton saja.
Jika ditotal dengan berat kendaraan, maka bobot keseluruhan mencapai sekitar 7 hingga 8 ton.
Menurut Joko, penerapan kebijakan zero ODOL memang akan membuat beban angkutan logistik menjadi jauh lebih ringan.
Meski begitu, persaingan ketat di dunia logistik membuat para sopir merasa ragu dan dilema dalam menghadapi kebijakan tersebut.
“Yang jadi permintaan rekan-rekan sopir kan kalau iya iya, kalau tidak ya tidak. Maksudnya diseragamkan semua gitu,” tandasnya.