Pintasan.co, Jakarta – Aliansi Mahasiswa Penegak Hukum (AMPH) menggelar aksi dan menyampaikan pernyataan sikap tegas terkait dugaan pelanggaran hukum, etika bisnis, serta persekusi ekonomi yang dilakukan PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) terhadap Koperasi Karyawan Angkasa (KOKAPURA).
Dalam rilis resmi, AMPH menilai tindakan PT Angkasa Pura Indonesia melelang lahan usaha yang selama 22 tahun dikelola KOKAPURA di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali merupakan tindakan semena-mena dan mencederai kepastian hukum.
Padahal, kerja sama antara kedua pihak masih berlaku hingga 31 Desember 2025 sesuai Berita Acara Kesepakatan tertanggal 17 Desember 2024.
Koordinator aksi, Sahrir Jamsin, dalam orasinya menegaskan bahwa langkah pelelangan tersebut telah mengancam masa depan ekonomi kerakyatan.
“Kalau koperasi yang patuh hukum bisa digusur, kalau perjanjian sah bisa dibatalkan oleh nota dinas sepihak, ini artinya keadilan di negeri ini sedang runtuh. Harapan saya sederhana saja, keseriusan aparat penegak hukum. Semua laporan sudah kami sampaikan, tinggal keberanian aparat untuk menuntaskan,” ujarnya lantang di hadapan massa.
Selain Sahrir, Kuasa Hukum Dewan Pembina KOKAPURA, Aco Hatta Kainang, juga menyampaikan kritik keras terhadap praktik yang dianggap mencederai semangat reformasi BUMN.
“Kami sudah mempelajari surat-surat itu. Undang-Undang Cipta Kerja bahkan memuat lebih dari seribu kata tentang perlindungan koperasi. Tapi kenyataannya, koperasi malah dimatikan pelan-pelan. Kami percaya Kejaksaan Agung punya integritas untuk mengusut legalitas semua proses ini,” tuturnya.
Dugaan pelanggaran juga disoroti oleh Ketum DPP Geninusa Indonesia, Zikal. Ia menilai pembukaan lelang di tengah masa kontrak merupakan bentuk pengabaian asas kepastian hukum.
“Agenda hari ini adalah bagian dari penyampaian aspirasi. Kami melihat ada potensi pelanggaran hukum yang serius. PP Nomor 7 Tahun 2021 jelas memerintahkan perlindungan koperasi. Tapi di sini yang terjadi sebaliknya proses kerja sama belum selesai, tiba-tiba dilelang. Ini tidak wajar,” tegasnya.
Pihak AMPH juga menyoroti penyebutan langsung nama perusahaan swasta, PT Pasific Energy Trans, dalam dokumen pelelangan yang dianggap mencurigakan dan berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999.
Sejumlah kejanggalan yang disorot AMPH antara lain:
- Proses pelelangan dilakukan ketika perjanjian masih sah berlaku, sehingga merusak asas kepastian hukum.
- Manipulasi istilah “fleksibel” dalam dokumen kesepakatan untuk melegitimasi pembatalan sepihak.
- KOKAPURA tidak pernah melanggar perjanjian kerja sama.
- Dugaan adanya kepentingan terselubung dengan menyebut nama perusahaan tertentu secara eksplisit.
AMPH juga menegaskan dasar hukum yang dilanggar PT Angkasa Pura Indonesia, mulai dari UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP No. 7 Tahun 2021, Permenkop No. 3 Tahun 2021, hingga regulasi larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dalam pernyataannya, AMPH mengajukan empat tuntutan utama:
- Meminta Kejaksaan Republik Indonesia Segera Memanggil Dirut PT. Angkasa Pura Indonesia InJourney Airports Bertanggung Jawab atas proses Perjanjian/Berita acara kesepakatan yang sudah dibuat pada Nota Dinas.
- Memerintahkan Pihak PT. Angkasa Pura Indonesia InJourney Airports menjalankan dan melaksanakan regulasi perkoperasian yang sedang dikampanyekan oleh pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam pasal 63 UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi dimana usaha yang sudah dilakukan koperasi tidak diusahakan lagi oleh pihak lain.
- Mendesak Pihak PT. Angkasa Pura Indonesia/InJourney Airports menghentikan proses pelelangan yang sementara ini dilakukan.
- Meminta Kejaksaan RI Segera Panggil dan Periksa Dirut PT. Angkasa Pura Indonesia/InJourney Airports atas dugaan Nota Dinas yang dikeluarkan Direktur Komersial M.Rizal Pahlevi yang saat ini Direktur Utama PT. Angkasa Pura/InJourney Airports dalam hal ini terindikasi surat tersebut pada lelang di Bandara Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali mengarahkan kepada salah satu namaperusahaan swasta PT. Pasific Energy Trans diluar tanggung jawab dan etika BUMN.
Aliansi Mahasiswa Penegak Hukum menegaskan akan terus mengawal persoalan ini demi keberlangsungan ekonomi kerakyatan dan supremasi hukum yang adil.