Pintasan.co, Makassar – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan keprihatinannya atas lonjakan angka perkawinan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data tahun 2024, angka tersebut mencapai 8,09 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 5,90 persen.
Dalam keterangannya pada Minggu (25/5), Arifah menekankan bahwa fenomena perkawinan anak tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga mengancam masa depan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan anak, terutama anak perempuan.
Ia juga menyoroti rendahnya Indeks Perlindungan Anak (IPA) di Sulsel yang masih tertinggal dibandingkan rerata nasional.
“Ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tapi persoalan besar yang berdampak jangka panjang. Kita bicara masa depan generasi,” ungkapnya.
Arifah menyerukan agar pemerintah daerah bersikap proaktif dalam menangani isu ini.
Terlebih, pada tahun 2025, Sulsel mendapat alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non-Fisik PPA sebesar lebih dari Rp8 miliar, yang ditujukan untuk peningkatan layanan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
“Pemerintah pusat tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi dengan daerah mutlak diperlukan untuk menyukseskan visi Indonesia Emas 2045, dimulai dari perempuan yang berdaya dan anak-anak yang terlindungi,” ujarnya tegas.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati Rusdi, menyampaikan komitmen pemerintah provinsi dalam mendukung agenda nasional terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Ia menekankan pentingnya sinergi antarlembaga dan pelibatan seluruh komponen masyarakat.
“Pemerintah provinsi siap berkolaborasi dengan pusat maupun daerah, dan akan menggerakkan seluruh OPD untuk memastikan ruang aman bagi perempuan dan anak, serta terciptanya kesejahteraan yang merata,” kata Fatmawati.