Pintasan co, Jakarta – Pemerintahan baru di bawah Presiden Terpilih Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 yang mencapai Rp 3.600 triliun.

Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 1.350 triliun harus digunakan untuk membayar utang negara, termasuk cicilan pokok sebesar Rp 800,3 triliun dan bunga Rp 552,9 triliun.

Hal ini menyebabkan hampir 50% pendapatan negara yang diproyeksikan sebesar Rp 3.005,1 triliun tersedot untuk keperluan pembayaran utang, menurut ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo.

Dradjad mengungkapkan bahwa beban utang yang berat ini memaksa pemerintahan Prabowo untuk mencari solusi dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN).

Tujuannya adalah menggali sumber-sumber pendapatan baru, khususnya dari untapped revenue dan uncollected revenues. Sumber ini dinilai sebagai jalan cepat untuk menambah penerimaan negara tanpa harus menaikkan tarif yang sudah ada.

Dalam acara UOB Economic Outlook, Rabu (25/9), Dradjad juga menyoroti ambisi besar pemerintahan Prabowo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029.

Untuk itu, target belanja negara pada periode tersebut mencapai Rp 6.096,88 triliun, yang memerlukan strategi fiskal yang sangat ketat dan inovatif.

Sementara itu, Dewan Penasihat Presiden Terpilih Prabowo sekaligus Komisaris Utama PT PLN (Persero), Burhanuddin Abdullah, menambahkan bahwa dari APBN 2025 sebesar Rp 3.600 triliun, Rp 1.000 triliun akan dialokasikan untuk pembayaran utang.

Sisanya, setelah transfer ke daerah, hanya tersisa sekitar Rp 1.100 hingga Rp 1.200 triliun untuk belanja pemerintah pusat, yang dinilai sangat terbatas.

Dalam konteks ini, fokus pemerintahan Prabowo-Gibran akan diarahkan pada pembangunan infrastruktur penting, seperti bandara, pelabuhan, dan jalan, sedangkan pembangunan sektor lainnya akan didorong melalui investasi swasta.

Baca Juga :  Penerimaan Pajak Digital Capai Rp 31,05 Triliun hingga November 2024, Didominasi PPN

Pendekatan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan besar dari kewajiban pembayaran utang.