Pintasan.co, Jakarta – Arab Saudi mengusulkan penghapusan sanksi terhadap Suriah setelah mengadakan pertemuan dengan para diplomat senior dari Timur Tengah dan Eropa untuk membahas masa depan negara yang porak-poranda akibat perang.
Langkah ini dianggap sebagai upaya Saudi untuk memperkuat pengaruhnya di Suriah setelah kelompok pemberontak Islamis berhasil menggulingkan pemimpin lama, Bashar al-Assad, bulan lalu.
“Kami menekankan pentingnya mencabut sanksi sepihak dan internasional yang dijatuhkan pada Suriah, karena kelanjutannya menghambat aspirasi rakyat Suriah untuk mencapai pembangunan dan rekonstruksi,” kata Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan setelah perundingan di Riyadh, Minggu (12/1), dikutip dari AFP.
Agenda pertemuan mencakup diskusi antara pejabat negara-negara Arab dan pertemuan yang lebih luas yang melibatkan Turki, Prancis, Uni Eropa, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ahmed al-Sharaa, pemimpin baru Suriah yang memimpin aliansi pemberontak yang berhasil menggulingkan Assad, mendorong penghapusan sanksi.
Pemerintahannya diwakili oleh Menteri Luar Negeri Asaad al-Shaibani dalam perundingan di Riyadh.
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah memberlakukan sanksi berat terhadap rezim Assad karena tindakan keras brutal terhadap pengunjuk rasa antipemerintah pada 2011 yang memicu perang saudara.
Beberapa sanksi dari AS telah ada jauh sebelumnya, dengan Suriah ditetapkan sebagai “negara sponsor terorisme” sejak 1979, disusul dengan sanksi tambahan pada 2004.
Konflik yang telah berlangsung lebih dari 13 tahun menewaskan lebih dari setengah juta orang, menghancurkan infrastruktur, dan menyebabkan kemiskinan luas, sementara jutaan warga Suriah terpaksa mengungsi, termasuk ke Eropa.
Departemen Keuangan AS baru-baru ini mengumumkan pelonggaran pembatasan yang berdampak pada layanan penting seperti energi dan sanitasi.
Namun, pejabat Washington menegaskan mereka akan menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum mempertimbangkan pelonggaran sanksi yang lebih luas.