Pintasan.co, Jakarta – Amerika Serikat secara resmi menolak proposal yang diajukan oleh Mesir dan para pemimpin Arab untuk rekonstruksi Gaza pada Selasa, 4 Maret 2025.
Menurut laporan CNN, pemerintahan Presiden Donald Trump menyatakan bahwa rencana tersebut tidak sejalan dengan visi AS untuk kawasan tersebut, yang mencakup pengusiran warga Palestina dari Gaza dan menjadikan wilayah itu sebagai “riviera” yang dimiliki oleh AS.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menjelaskan bahwa proposal tersebut tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa Gaza saat ini tidak dapat dihuni, dengan puing-puing dan amunisi yang belum meledak di mana-mana.
Trump tetap mempertahankan visinya untuk membangun kembali Gaza tanpa kehadiran Hamas.
“Presiden Trump tetap berpegang pada visinya untuk membangun kembali Gaza yang bebas dari Hamas. Kami berharap ada pembicaraan lebih lanjut untuk membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi kawasan ini,” tambah Hughes.
Rencana pascaperang Gaza yang diajukan oleh Mesir bertujuan untuk menghapus kekuasaan Hamas dan membentuk pemerintahan sementara hingga Otoritas Palestina yang telah direformasi dapat mengambil alih.
Proposal tersebut memungkinkan sekitar dua juta warga Palestina tetap tinggal di Gaza, berbeda dengan visi Trump yang menginginkan pengusiran mereka.
Israel juga menegaskan bahwa mereka tidak akan memberikan peran kepada Otoritas Palestina dalam pemerintahan Gaza dan memblokade masuknya bantuan kemanusiaan untuk menekan Hamas agar menerima kesepakatan AS, yang meliputi perpanjangan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang diculik oleh Hamas dalam serangan 7 Oktober 2023.
Proposal rekonstruksi Gaza
Proposal Mesir melibatkan dana sebesar 53 miliar dolar AS untuk membangun kembali Gaza hingga tahun 2030.
Tahap pertama proyek tersebut akan meliputi pembersihan lebih dari 50 juta ton puing yang dihasilkan dari serangan udara Israel serta penghapusan amunisi yang belum meledak.
Penolakan AS terhadap proposal Mesir memicu kecaman dari berbagai pihak. Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi menegaskan bahwa perdamaian sejati tidak akan terwujud tanpa pembentukan negara Palestina.
Kelompok hak asasi manusia juga mengecam blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke Gaza, menyatakan bahwa tindakan itu melanggar hukum internasional.
Israel telah menyatakan niatnya untuk mempertahankan kontrol keamanan atas Gaza dan Tepi Barat tanpa batas waktu.
Pemerintah Israel dan sebagian besar kelas politik di negara itu menentang pembentukan negara Palestina.
Gencatan senjata di Gaza yang dimulai pada Januari kini berada dalam ketidakpastian setelah fase pertamanya berakhir pada Sabtu lalu.