Pintasan.co, Jakarta – Pemerintah Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN terus memperkuat kolaborasi di bidang ekonomi digital melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement (ASEAN-DEFA).
Perjanjian ini menjadi tonggak penting dalam memperdalam integrasi ekonomi digital kawasan Asia Tenggara.
Pertemuan para menteri ekonomi ASEAN yang berlangsung selama empat hari di Jakarta telah menghasilkan kemajuan signifikan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pembahasan framework ini telah mencapai sekitar 70 persen dari target kesepakatan, dan diharapkan dapat mulai diterapkan pada tahun 2026.
“Pertemuan di Jakarta ini menjadi bagian penting untuk mendorong pencapaian DEFA sebesar 70 persen, sesuai target yang disepakati pada pertemuan ASEAN Economic Minister sebelumnya,” ujar Airlangga di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Airlangga menegaskan bahwa kesepakatan ASEAN-DEFA memiliki peran strategis untuk memperkuat integrasi ekonomi digital antarnegara ASEAN.
Menurutnya, kawasan ASEAN memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar dengan jumlah penduduk mencapai 680 juta jiwa.
Berdasarkan proyeksi, nilai ekonomi digital ASEAN saat ini diperkirakan mencapai US$263 miliar atau sekitar Rp4.339 triliun, dan dapat tumbuh pesat hingga mencapai US$2 triliun (Rp33.000 triliun) pada tahun 2030 dengan implementasi penuh DEFA.
“Dengan populasi 680 juta orang, ASEAN menjadi salah satu pasar digital paling dinamis di dunia. Ekonomi digital ASEAN tahun 2024 sebesar US$263 miliar, dan dengan DEFA dapat meningkat hingga US$2 triliun di tahun 2030,” jelasnya.
Indonesia sendiri menjadi pemimpin ekonomi digital di kawasan, dengan nilai mencapai US$90 miliar (Rp1.485 triliun) pada tahun 2024, dan diperkirakan melonjak hingga US$360 miliar (Rp5.940 triliun) pada 2030. Dari jumlah tersebut, sektor e-commerce diproyeksikan memberikan kontribusi sebesar US$150 miliar.
Namun, Airlangga mengakui masih ada sejumlah tantangan utama yang harus diatasi, terutama dalam hal perbedaan regulasi antarnegara dan keterbatasan akses UMKM untuk berpartisipasi dalam perdagangan lintas batas.
“Tantangannya adalah bagaimana menyelaraskan regulasi di antara negara-negara ASEAN serta meningkatkan kapasitas UMKM agar bisa menembus pasar internasional,” kata Airlangga.
Dalam pertemuan tersebut, Komite Perunding dan Senior Economic Officials ASEAN juga menyepakati lima poin penting yang harus segera difinalisasi, yakni:
- Layanan keuangan digital, termasuk transmisi elektronik sesuai regulasi WTO,
- Penerapan moratorium bea masuk untuk transaksi digital,
- Perlakuan non-diskriminatif terhadap produk digital,
- Penguatan infrastruktur kabel bawah laut, dan
- Fleksibilitas sistem pembayaran elektronik di kawasan.
Airlangga menegaskan, implementasi DEFA nantinya akan menjadi penggerak utama transformasi digital ASEAN sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi inklusif di seluruh kawasan.
