Pintasan,co. Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyadari adanya ketidakseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi terkait dengan kebijakan rokok yang baru.
Hal ini tercermin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang saat ini sedang dibahas.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, menilai kebijakan tersebut berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Menurut data dari Kemnaker, sudah ada sekitar 63.000 pekerja yang terdampak PHK, dan jumlah ini diperkirakan bisa meningkat hingga 2,2 juta orang jika kebijakan tersebut diterapkan secara ketat.
Indah menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya mengenai kebijakan cukai, melainkan juga berdampak pada tenaga kerja di sektor tembakau, termasuk industri kreatif yang selama ini mendukung ekonomi lokal.
“Sekitar 89% pekerja di industri tembakau adalah perempuan, dan banyak dari mereka yang merupakan kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah,” jelas Indah, dalam konferensi pers pada Selasa (19/11/2024).
Lebih lanjut, Indah mengingatkan bahwa dampak sosial dari PHK massal ini bisa sangat besar, bahkan berpotensi memicu meningkatnya angka kriminalitas dan masalah sosial lainnya.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah dan DPR harus berperan aktif dalam mengurangi dampak tersebut.
“Efek berantai dari PHK ini sangat luas, mulai dari pengemudi ojek hingga pedagang warung kopi pun akan terkena dampaknya,” imbuhnya.
Menyikapi hal ini, Indah menyatakan bahwa Kemnaker siap untuk berdialog dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) guna memastikan agar Rancangan Permenkes yang sedang disusun dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari semua pemangku kepentingan.
“Kami berharap kebijakan ini dapat mencapai keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan sektor industri, demi kepentingan bersama,” tutup Indah.