Pintasan.co, Jakarta – Korps HMI-wati (Kohati) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) bersama Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI dan sejumlah organisasi keperempuanan menggelar diskusi strategis membahas 17+8 Tuntutan Rakyat dan Mahasiswa yang digaungkan pada aksi 28-30 September 2025. Diskusi ini menyoroti isu kepemudaan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan digitalisasi sebagai langkah nyata mengawal arah bonus demografi Indonesia.
Berdasarkan data BPS 2024, Indonesia memiliki 66,3 juta pemuda atau 23,9 persen dari total penduduk. Namun, peluang besar itu dibayang-bayangi oleh angka pengangguran terbuka pemuda 14,01 persen, lebih dari dua kali lipat rata-rata nasional. Bahkan, satu dari empat penganggur adalah lulusan perguruan tinggi, yang menandakan terjadinya mismatch serius antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri.
Sementara itu, indeks literasi digital Indonesia baru mencapai 62 persen (Kominfo, 2023), jauh tertinggal dari Singapura (83 persen) dan Malaysia (73 persen). Kondisi ini memperlihatkan urgensi reformasi pendidikan dan peningkatan kapasitas digital generasi muda.
Ketua Umum Kohati PB HMI, Sri Meisista, menegaskan bahwa Indonesia berada pada persimpangan sejarah. “Bonus demografi hanya akan menjadi berkah jika pemuda dibekali pendidikan yang relevan, keterampilan digital, dan akses setara untuk perempuan maupun daerah tertinggal. Tanpa itu, bonus demografi akan berubah menjadi bencana sosial. Pemuda tidak boleh hanya menjadi penonton pembangunan, tetapi harus hadir sebagai aktor utama yang menggerakkan ekonomi bangsa,” ungkapnya.
Diskusi juga menyingkap tantangan dunia kerja di era digitalisasi. Fenomena gig economy memang membuka peluang kerja baru yang fleksibel, tetapi tanpa regulasi yang jelas, pekerja muda rentan pada upah rendah dan ketiadaan perlindungan sosial. Pekerja perempuan muda lebih berat lagi menghadapi diskriminasi, beban ganda, hingga minimnya akses kepemimpinan. Kohati menilai, DPR dan pemerintah perlu menghadirkan kebijakan afirmatif yang mendorong keterlibatan pemuda perempuan dalam kepemimpinan, termasuk di sektor digital dan teknologi.
Kohati PB HMI menegaskan bahwa spirit 17+8 Tuntutan Rakyat dan Mahasiswa tidak boleh berhenti sebagai catatan sejarah, melainkan harus diterjemahkan dalam kebijakan yang konkret. Semangat pemerataan pendidikan, keadilan ekonomi, serta perlindungan perempuan dan anak harus diwujudkan dalam program nyata misal dari beasiswa afirmatif untuk daerah tertinggal, peningkatan literasi digital nasional, hingga pembentukan ekosistem wirausaha muda berbasis teknologi. “Hari ini, kita mengaktualisasikan 17+8 tuntutan itu dalam perjuangan nyata: pendidikan berkualitas, lapangan kerja berkeadilan, dan ruang kepemimpinan setara bagi pemuda dan perempuan muda Indonesia,” imbuh Meisista.
Fraksi PAN DPR RI menyambut baik masukan yang diberikan Kohati PB HMI. Mereka menegaskan komitmen untuk memperjuangkan kebijakan pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan industri, dan mendukung pemberdayaan pemuda dalam menghadapi tantangan global.
Kohati PB HMI menutup diskusi dengan menegaskan bahwa pihaknya akan terus hadir sebagai mitra kritis sekaligus mitra strategis DPR dalam mengawal kebijakan yang berpihak kepada pemuda dan perempuan. Hal ini dilakukan demi tercapainya cita-cita besar Generasi Emas 2045, yakni generasi yang berdaya, berkarakter, dan mampu menjadi pilar utama pembangunan bangsa, tutup Meisista.