Pintasan.co, Jakarta – Rencana pemerintah untuk menerapkan kemasan seragam tanpa identitas merek bagi produk rokok memicu kekhawatiran di kalangan buruh industri tembakau.
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FPS RTMM SPSI) menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi mengancam keberlangsungan pekerjaan ribuan buruh, serta memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Kebijakan standar kemasan tersebut tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Ketua Umum FPS RTMM SPSI, Sudarto, menyoroti bahwa industri rokok adalah sektor yang rentan terhadap dampak kebijakan baru, baik dalam bentuk kebijakan fiskal maupun non-fiskal.
Ia mengungkapkan bahwa penerapan kemasan seragam ini dapat menekan industri tembakau, yang pada akhirnya akan berdampak pada buruh, terutama bagi mereka yang bekerja dengan sistem borongan di sektor sigaret kretek tangan (SKT).
“Banyak dari buruh kami bergantung pada sistem penghasilan borongan. Ketika produksi menurun akibat kebijakan seperti ini, pendapatan mereka otomatis ikut berkurang,” ujar Sudarto saat berbicara di acara diskusi “Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru” di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
FPS RTMM SPSI mengaku telah berupaya berkomunikasi dengan berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Ketenagakerjaan, namun merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan aturan turunan ini.
Sudarto menegaskan bahwa keterlibatan buruh sangat penting untuk mencegah dampak sosial dan ekonomi yang lebih besar akibat kebijakan tersebut.
Pada 10 Oktober lalu, kelompok buruh menggelar aksi protes di depan kantor Kementerian Kesehatan, mendesak pemerintah untuk melibatkan mereka dalam penyusunan kebijakan.
Perwakilan dari Kemenkes akhirnya berjanji untuk mengikutsertakan perwakilan buruh dalam proses diskusi dan pembahasan lebih lanjut.
“Kami berharap benar-benar diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembahasan kebijakan yang menyangkut nasib buruh. Ini menyangkut masa depan industri dan ribuan pekerja,” tutur Sudarto.