Pintasan.co, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) memberikan tanggapan atas sejumlah hakim yang terlibat dalam kasus korupsi dengan memperkenalkan sistem baru berbasis teknologi.

MA akan menggunakan aplikasi untuk memilih majelis hakim secara acak dalam penanganan perkara.

Aplikasi yang dimaksud bernama Smart Majelis, sebuah sistem digital yang secara otomatis dan acak menentukan susunan majelis hakim di tingkat pengadilan pertama hingga banding.

Pemilihan dilakukan secara robotik, tanpa campur tangan manusia.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi, menegaskan bahwa melalui sistem ini, tidak akan ada lagi praktik “pesanan” dalam penunjukan hakim.

“Majelis tidak ditentukan oleh manusia, melainkan langsung oleh robot saat suatu perkara masuk. Tidak bisa lagi ada intervensi,” ujar Sobandi di Gedung MA, Jakarta.

Meski begitu, Sobandi mengakui bahwa penerapan sistem ini masih membutuhkan waktu. MA saat ini masih dalam tahap perencanaan dan pengembangan aplikasi.

“Kami belum bisa langsung menerapkannya. Aplikasi ini perlu dibangun dulu, dan tentu butuh proses,” katanya.

Langkah ini muncul setelah Kejaksaan Agung menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas atas perkara ekspor fasilitas CPO (crude palm oil).

Para hakim yang dimaksud adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Djuyamto dan Muhammad Arif Nuryanta dari PN Jakarta Selatan.

Arif Nuryanta, yang juga menjabat Ketua PN Jaksel, diduga menerima suap senilai Rp60 miliar.

Uang suap itu diberikan agar majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang menguntungkan tiga perusahaan besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Praktik ini disebut melibatkan dua pengacara korporasi, Marcella Santoso dan Aryanto, yang kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Juga :  Dua Kali Mangkir, Anggota DPR Maria Lestari Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Hasto

Berdasarkan penyidikan, Arif diduga menyerahkan uang kepada tiga hakim PN Jakpus dalam dua tahap: pertama sebesar Rp4,5 miliar di ruangannya, dan kedua sekitar Rp18 miliar pada periode September–Oktober 2024.