Pintasan.co, Makassar – Menyikapi maraknya isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di wilayah Sulawesi Selatan, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel membentuk satuan tugas (satgas) khusus guna memantau dan menangani berbagai persoalan yang berkaitan dengan PHK.
Kepala Disnakertrans Sulsel, Jayadi Nas, menjelaskan bahwa pembentukan satgas ini telah dilakukan jauh hari sebelumnya dan secara resmi telah ditandatangani oleh pihak-pihak terkait dalam bidang hubungan industrial.
Lebih lanjut, satgas tersebut akan memantau aktivitas perusahaan yang berencana melakukan PHK serta menindaklanjuti berbagai laporan yang muncul di lapangan. Jayadi menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mencegah terjadinya PHK sebisa mungkin.
“Satgas ini kami bentuk untuk memudahkan penanganan isu PHK. Sudah ada sejak lama dan sudah ditandatangani oleh teman-teman di bidang hubungan industrial,” ungkap Jayadi saat ditemui di Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (6/5/2025), seperti dikutip dari rakyatsulsel.fajar.co.id
“Kami terus mengingatkan semua pihak untuk benar-benar mempertimbangkan keputusan PHK. Ini menyangkut kehidupan banyak orang,” tegasnya.
Namun, apabila PHK tak dapat dihindari, Disnakertrans akan memfasilitasi dialog antara perusahaan dan pekerja guna mengetahui kondisi yang sebenarnya serta mencari solusi yang adil bagi kedua pihak.
“Jika memang PHK harus dilakukan, kami akan panggil kedua belah pihak untuk mendengar penjelasan langsung, agar kami bisa bersikap netral,” tambahnya.
Terkait data terbaru, Jayadi menyampaikan bahwa terdapat sekitar 100 laporan kasus PHK yang masuk ke Disnakertrans.
Meski begitu, ia menekankan bahwa jumlah tersebut masih bersifat sementara karena sebagian besar kasus masih dalam tahap mediasi.
“Sekitar seratusan laporan yang kami terima, tapi itu masih dalam proses. Belum tentu semua berujung PHK karena bisa saja pekerja dikembalikan bekerja,” jelas Jayadi.
Ia menuturkan, sebagian besar PHK yang terjadi dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan perusahaan dalam membayar upah akibat produksi yang tidak mencapai target.
“Umumnya perusahaan mengalami kendala produksi yang tidak sesuai ekspektasi, sehingga tidak lagi sanggup membayar gaji pekerja,” pungkasnya.