Pintasan.co, Jakarta – Eropa dilanda kegelisahan setelah Amerika Serikat dianggap “mengkhianati” mereka dengan mengadakan pembicaraan langsung dengan Rusia tanpa melibatkan negara-negara Eropa dan Ukraina.
Pada Senin (17/2), para pemimpin Eropa mengadakan pertemuan darurat di Prancis untuk membahas soal pertemuan antara AS dan Rusia yang dijadwalkan pada Selasa (18/2) untuk membicarakan perang di Ukraina.
Pertemuan awal ini, yang nantinya akan diteruskan oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, menimbulkan kebingungan di kalangan negara-negara Eropa karena mereka tidak dilibatkan, termasuk Ukraina.
Dalam pertemuan di Istana Elysee, para pemimpin Eropa mendiskusikan langkah-langkah untuk merespon kebijakan AS di bawah pemerintahan Trump.
Mereka mempertimbangkan berbagai opsi, seperti meningkatkan anggaran pertahanan agar tidak terlalu bergantung pada AS, memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina, atau mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Kyiv jika terjadi gencatan senjata.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer bahkan menyatakan kesiapan untuk mengirim pasukan Inggris ke Ukraina jika tercapai kesepakatan damai yang langgeng.
Namun, rencana ini menuai perbedaan pendapat. Jerman menentang ide tersebut, dengan Kanselir Olaf Scholz menyebut pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina sebagai “prematur” dan “tidak pantas” selama perang berlangsung.
Di sisi lain, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menyoroti bahwa hubungan antara Eropa dan AS telah memasuki fase baru.
Sementara itu, Kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen menegaskan bahwa Ukraina berhak mendapatkan perdamaian yang mengutamakan kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorialnya, dengan jaminan keamanan yang kuat.
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen juga terbuka terhadap pengiriman pasukan, tetapi mengingatkan tentang kemungkinan mundurnya AS dari aliansi Eropa jika pasukan dikirim ke Ukraina.
Pertemuan darurat di Prancis tersebut tidak menghasilkan pernyataan bersama.
Pada Selasa (18/2), Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan telah berbicara melalui telepon dengan Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menegaskan pentingnya “jaminan keamanan yang kuat dan kredibel” bagi Ukraina, agar kesepakatan damai tidak berakhir seperti perjanjian Minsk 2014 dan 2015 yang gagal mengakhiri konflik di Ukraina timur.