Pintasan.co, Jakarta – Kelompok Palestina, Hamas, pada Kamis (22/5) menuduh Israel sengaja menciptakan kelaparan massal di Jalur Gaza dan memperingatkan terhadap pembangunan kamp-kamp penahanan di selatan wilayah tersebut yang disamarkan sebagai pusat distribusi bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataannya, Hamas menuduh Israel secara sistematis membuat lebih dari dua juta warga Gaza kelaparan dengan membatasi akses bantuan, serta menjadikan bantuan tersebut sebagai alat tawar-menawar politik dan keamanan.
“Kebijakan ini merupakan bagian dari apa yang sekarang dikenal sebagai ‘rekayasa kelaparan’, yakni berupaya memaksakan fakta di lapangan melalui rencana ‘bantuan ghetto’, yang secara keliru digambarkan sebagai solusi kemanusiaan,” bunyi pernyataan tersebut.
Hamas juga mengungkapkan bahwa bantuan yang berhasil masuk ke Gaza setelah 81 hari blokade hampir tidak berdampak, menggambarkannya sebagai “setetes air di lautan” dibandingkan dengan kebutuhan riil.
Menurut mereka, Gaza memerlukan sedikitnya 500 truk bantuan setiap hari, namun jumlah yang diizinkan masuk jauh di bawah angka tersebut.
Kondisi di Gaza semakin memburuk akibat bertambahnya jumlah pengungsi, runtuhnya layanan kesehatan, dan meningkatnya kelaparan — terutama di kalangan anak-anak.
Kantor Media Pemerintah Gaza menyebutkan bahwa sebanyak 87 truk bantuan berhasil masuk pada Rabu (21/5), jumlah pertama dalam hampir tiga bulan.
Namun, mereka menekankan bahwa dibutuhkan setidaknya 500 truk bantuan dan 50 truk bahan bakar per hari untuk mempertahankan kehidupan.
Hamas juga memperingatkan bahwa Israel sedang menyamarkan pembangunan kamp penahanan di selatan Gaza sebagai pusat distribusi bantuan, menyebutnya sebagai “rencana kolonial” yang ditujukan untuk melemahkan perlawanan rakyat Palestina.
Kelompok tersebut menyerukan kepada komunitas internasional dan lembaga kemanusiaan untuk segera bertindak menghentikan blokade, menolak penggunaan kelaparan sebagai senjata, dan menjamin akses bantuan yang bebas serta berkelanjutan.
Israel dan Amerika Serikat dikabarkan tengah mempromosikan sistem distribusi bantuan baru yang menurut para kritikus bertujuan memindahkan penduduk dari Gaza utara ke selatan, terutama ke wilayah Rafah.
Radio Tentara Israel melaporkan bahwa warga dari Gaza utara yang menuju pusat bantuan di selatan tidak akan diizinkan kembali ke wilayah asal mereka, sebagai bagian dari strategi untuk mengosongkan utara Gaza dari penduduk sipil.
Sebelumnya pada Kamis, media publik Israel, KAN, mengabarkan bahwa perusahaan asal AS akan memulai distribusi makanan pada Minggu melalui empat pusat distribusi: satu di Netzarim, Gaza tengah, dan tiga lainnya di sekitar Rafah.
Sejak 2 Maret, Israel menutup seluruh akses masuk ke Gaza, yang menurut organisasi kemanusiaan telah memperparah kelaparan dan menyebabkan banyak korban jiwa.