Pintasan.co, Jakarta – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk mengembalikan aset istrinya, Sandra Dewi, yang telah disita terkait kasus tersebut.
Aset yang disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap tidak terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan Harvey, melainkan merupakan hasil jerih payah Sandra selama 25 tahun berkarir sebagai selebriti.
Penasihat hukum Harvey, Marcella Santoso, menyatakan bahwa Sandra Dewi, yang memiliki 25 juta pengikut di Instagram, tidak membutuhkan sensasi dan sangat dirugikan oleh penyitaan tersebut.
“Ibu Sandra tidak terlibat dalam perkara ini dan aset yang disita adalah hasil kerja kerasnya selama ini,” ujarnya dalam sidang pembacaan tanggapan terhadap replik jaksa penuntut umum (duplik) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain itu, Harvey juga meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan tuntutan uang pengganti senilai Rp210 miliar yang diajukan oleh jaksa.
Marcella berpendapat bahwa tuntutan tersebut tidak didasarkan pada bukti yang sah, melainkan hanya berdasarkan keterangan pribadi terdakwa Helena Lim, manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
Hakim Ketua Eko Aryanto menanggapi bahwa permohonan tersebut akan dipertimbangkan lebih lanjut, bersama dengan tuntutan jaksa dan pleidoi yang telah diajukan oleh Harvey dan penasihat hukumnya.
Harvey Moeis sendiri, yang terlibat dalam kasus pengelolaan komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015–2022, dituntut dengan pidana penjara selama 12 tahun serta denda Rp1 miliar. Jika tidak membayar denda, Harvey terancam pidana kurungan selama satu tahun.
Selain itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, yang jika tidak dibayar akan digantikan dengan pidana penjara selama enam tahun.
Kasus ini terkait dengan dakwaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Harvey dan beberapa terdakwa lainnya.
Negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun, yang diduga berasal dari berbagai aktivitas ilegal, termasuk sewa-menyewa peralatan pengolahan timah dan pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah.