Pintasan.co, Jakarta – Setiap tahun, pemerintah desa diberi tanggung jawab untuk mengelola Dana Desa yang dialokasikan oleh pemerintah pusat guna mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Pada tahun 2023, anggaran Dana Desa mencapai Rp70 triliun, namun alokasi besar ini justru dibayangi oleh tingginya angka kasus korupsi.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KPK, sektor desa mencatatkan jumlah kasus korupsi tertinggi, dengan 187 kasus dan kerugian negara mencapai Rp162 miliar.
Tingkat korupsi ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Pada 2021 tercatat 154 kasus dengan 245 tersangka, sementara pada 2022 jumlah kasus meningkat menjadi 155 dengan 252 tersangka.
Pada 2023, angka tersangka melonjak menjadi 294. KPK mengidentifikasi empat faktor utama yang menyebabkan tingginya korupsi di sektor desa, antara lain minimnya pemahaman masyarakat mengenai pembangunan desa dan pengelolaan anggaran, belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan, terbatasnya akses informasi bagi masyarakat, dan ketidaksiapan kepala desa dalam mengelola dana dalam jumlah besar.
Sebagai respons terhadap masalah ini, sejak 2021, KPK bersama instansi terkait meluncurkan program Desa Antikorupsi.
Program ini bertujuan untuk mencegah terjadinya korupsi di desa dan telah berhasil membentuk 176 Desa Antikorupsi.
Pada 2025, program ini akan diperluas dengan melakukan penilaian terhadap desa-desa di sembilan provinsi untuk menentukan desa yang memenuhi syarat menjadi Desa Antikorupsi.
Penilaian tersebut didasarkan pada indikator-indikator yang telah ditetapkan.
Tantangan besar ini juga mengarah pada pembenahan di tingkat pemerintahan desa, dengan 851 kepala desa dan perangkatnya yang telah menjadi tersangka kasus korupsi.
Untuk menanggulangi hal ini, masyarakat diharapkan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, dan jika menemukan penyalahgunaan Dana Desa, mereka dapat melaporkannya melalui saluran resmi yang disediakan.