Pintasan.co, Bandung – Pada tahun 2024, University Leaders Forum yang melibatkan perguruan tinggi di bawah naungan LLDIKTI Wilayah IV Jabar dan Banten menunjukkan kepeduliannya untuk berkolaborasi dalam menangani masalah ini.
Mengusung tema “Strategi Mengelola Perguruan Tinggi Berkualitas untuk Masa Depan Anak Bangsa” yang digagas oleh LLDIKTI Wilayah IV, forum tersebut membahas isu pengelolaan sampah yang menjadi tantangan besar di Kota Bandung.
Untuk memperkuat komitmen, dilakukan penandatanganan deklarasi “Penanganan Sampah di Kota Bandung,” yang ditandatangani langsung oleh Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Pj Walikota Bandung A. Koswara, Rektor Telkom University, Rektor Itenas, serta Kepala LLDIKTI Wilayah IV M. Samsuri.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Pemprov Jabar Herman Suryatman, pejabat lainnya, serta ratusan pimpinan perguruan tinggi dari Jabar dan Banten.
Berkenaan dengan pengelolaan dan penanganan sampah di Kota Bandung, pemerintah akan berkolaborasi dengan PTS yang ada, untuk melakukan berbagai upaya dalam penanganan sampah, hingga berhasil.
“Kami bersama Perguruan Tinggi Swasta kan ada mahasiswa, mahasiswa kami edukasi dulu dan turun ke masyarakat untuk menyadarkan masyarakat, mengelola sampah terlebih dahulu,” kata Bey di Telkom University, Senin (21/10/2024).
Strateginya kata Bey, akan dibagi perklaster, di 30 kecamatan dibagi untuk berapa perguruan tinggi, lalu dilihat progresnya.
“Kami sudah berkomunikasi dengan Pak Sekda, tidak hanya tanda tangan kerja sama, tetapi nanti ada hasilnya, bisa dirasakan masyarakat dan dilakukan oleh masyarakat,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Samsuri, menyampaikan bahwa setelah berhasil melaksanakan program Perguruan Tinggi Mandiri Gotong Royong Membangun Desa (PTMGRMD) untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Sumedang, kini pihaknya berfokus pada gerakan spesifik lainnya, yaitu menjaga kebersihan Kota Bandung dari sampah.
Menurut Samsuri, hal paling krusial adalah mengedukasi masyarakat mengenai pengelolaan sampah sejak awal. Setiap kelurahan nantinya akan memiliki fasilitas pengolahan sampah, seperti pengolahan sampah organik menjadi pupuk.
“Kami akan berperan di sana bersama masyarakat. Tentunya kita membutuhkan keterbukaan dari pemerintah daerah itu sampai pada level kelurahan, RT dan RW. Kalau akses tertutup tidak bisa bergerak juga mahasiswa. Karena Perguruan tinggi memiliki resource, mahasiswa dan dosen pembimbing di lapangan. Dimana setiap perguruan tinggi memiliki kewajiban melaksanakan pengabdian kepada masyarakat,” imbuhnya.
Menurut Samsuri, setahun kemudian kultur masyarakat di Kota Bandung secara otomatis saat membuang sampah sudah bisa memilah sampah dengan baik.
Petugas kebersihan atau sampah pun tidak harus jauh-jauh membuangnya, karena yang sampah organik sudah bisa diolah sedangkan yang non organik bisa dijual.
Sedangkan yang tidak bisa didaur ulang, kemudian dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) untuk dimusnahkan dengan incinerator.
“Teknologi incinerator, perguruan tinggi seperti Telkom University, Itenas, Unpar, itu sudah memiliki. Intinya kami ingin lebih membumi, berupaya terus menerus membumikan perguruan tinggi dan ini merupakan zona integritas yang sesungguhnya,” kata Samsuri.
Terkait penandatanganan deklarasi penanganan sampah di Kota Bandung, yang diwakili Telkom University, Itenas, dan LLDIKTI IV, kata Samsuri untuk memetakan PTS yang bertanggung jawab dalam penanganan sampah di setiap kelurahan yang ada di Kota Bandung.
Mahasiswa yang terjun langsung pun akan diberikan nilai kuliah, dikonversi dalam SKS, sebagai bagian dari problem solving isu sentral di masyarakat.
“Saya setuju dengan Pak Pj Gubernur, deklarasi ini jangan hanya menjadi pajangan saja tetapi harus ada aksi nyata. Indikasinya jumlah sampah yang dibuang dari Kota Bandung ke TPA harus berkurang. Setidaknya dalam satu bulan berkurang 50 persen. Pasalnya sampah organiknya sudah dimanfaatkan,” pungkasnya.
Sementara itu Rektor Telkom University Prof. Adiwijaya mengatakan bahwa penanganan sampah merupakan tanggung jawab bersama, dan kampus merasa terpanggil.
“Kenapa demikian karena di Telkom University sendiri dengan kapasitas 36.000 orang mahasiswa ada di kampus beserta para pegawai, tidak mengeluarkan sampah ke luar, tapi sudah mengolah sendiri, kami buat suatu ekosistem sedemikian rupa,” jelas rektor.
Masih dari keterangan Prof. Adiwijaya untuk sampah organik di antaranya dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sedangkan sampah anorganik didaur ulang dan seterusnya.
“Kami juga sudah membuat teknologi incinerator, sudah diimplementasikan di Kabupaten Bandung, di Tarumajaya, kalau di Kota Bandung di Caringin,” imbuhnya.
“Jumlah sampah di Telkom University setiap harinya mencapai 6 ton, tiga ton dari sampah daun, karena kami berada di kawasan seluas 50 hektar, tiga ton lagi sampah yang lainnya. Proses di antaranya menggunakan teknologi incinerator yang terus diperbaharui,” pungkasnya.