Pintasan.co, Barru – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas vonis seumur hidup yang dijatuhkan kepada MZ (35), terdakwa kasus penyelundupan sabu-sabu seberat 30 kg di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Jaksa menginginkan hukuman yang lebih berat, yakni hukuman mati, untuk MZ yang dinilai terlibat dalam kasus berat penyelundupan narkoba.
Menanggapi langkah banding dari JPU, tim kuasa hukum MZ yang dipimpin Awal Saputra telah menyerahkan kontra memori banding ke Pengadilan Tinggi Makassar melalui Pengadilan Negeri.
“Jaksa mengajukan tuntutan hukuman mati, tetapi vonis yang dijatuhkan adalah seumur hidup. Kami memahami ketidakpuasan Jaksa atas putusan tersebut, namun kami siap menghadapi banding ini,” ujar Awal, Jumat (3/1/2025).
Dalam kontra memori banding, tim pembela MZ menyampaikan empat poin utama.
Salah satu poin tersebut menekankan bahwa terdakwa hanya bertindak sebagai perantara dan bukan pelaku utama dalam jaringan penyelundupan narkoba.
“Terdakwa tidak melakukan transaksi langsung dengan pemilik barang. Posisi ini menunjukkan bahwa perannya cukup terbatas, sehingga ada alasan yang meringankan hukuman,” jelas Awal.
Selain itu, Awal juga menyebutkan bahwa tuntutan hukuman mati terlalu berat untuk terdakwa.
“Terdakwa tidak pernah bertemu langsung dengan pengirim maupun penerima sabu-sabu. Perannya sebatas kurir, bukan pemimpin jaringan,” tambahnya.
Ia berharap agar majelis hakim dalam banding mempertimbangkan fakta ini dan memberikan keputusan yang lebih adil.
Kasus ini bermula pada 24 April 2024, ketika Sat Narkoba Polres Barru menangkap MZ saat hendak mengambil 30 kg sabu-sabu dari Kapal Layar Motor (KLM) Bukit Arafah di Pelabuhan Rakyat Awarange, Kabupaten Barru. Sabu tersebut diketahui dikirim dari Kota Tarakan, Kalimantan Utara, melalui jalur laut.
Menurut kepolisian, sebelum ditangkap di Barru, MZ telah berhasil menyelundupkan 17 kg sabu-sabu ke Kabupaten Sidrap.
Namun, penyelundupan 30 kg sabu ini berhasil digagalkan oleh pihak berwajib sebelum barang haram tersebut sempat diangkut oleh terdakwa.
Proses banding ini menjadi ujian bagi sistem peradilan untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan, baik bagi korban narkoba maupun terdakwa yang dianggap tidak sebagai pelaku utama dalam jaringan penyelundupan.