Pintasan.co, Bandung – Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, meresmikan program Multi Micronutrient Supplement (MMS) bagi ibu hamil di Jawa Barat. Provinsi ini dipilih sebagai salah satu dari 14 provinsi yang menjadi pilot project.
Peluncuran program berlangsung di UPT Puskesmas Cempaka Arum, Gedebage, Kota Bandung. Budi menjelaskan bahwa Jawa Barat menjadi prioritas karena memiliki jumlah ibu hamil tertinggi di Indonesia.
“Jadi kita meluncurkan MMS sebagai pengganti tablet tambah darah. Bedanya kalau tablet tambah darah cuma 1 vitamin sama 1 mineral, ini ada 10 vitamin 5 mineral jadi totalnya 15. Hasil dari penelitian bilang kalau pakai MMS ini gizinya si ibu hamil akan jauh lebih baik, kemudian bayinya lahirnya juga lebih sehat, mengurangi bayi lahir yang pendek, bayi lahir stunting, dan mengurangi kematian bayi,” ucap Budi, Kamis (17/10/2024).
Ia menyampaikan bahwa MMS telah melalui penelitian di seluruh dunia dan telah menjadi panduan WHO sejak tahun 2020.
Namun, Indonesia baru mulai menerapkannya sekarang. Budi menjelaskan, suplemen ini berpotensi menurunkan angka kelahiran bayi dengan masalah gizi serta mengurangi tingginya angka kematian bayi.
Program ini akan difokuskan pada 15 provinsi, termasuk Jawa Barat, yang dipilih berdasarkan tingginya jumlah bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah).
“MMS diberikan secara gratis, tahun ini masih donasi dari Vitamin Angel dan Kirk International. Tahun depan kita juga dapat donasi dari UNICEF akan dibantu, tapi saya minta kalau bisa yuk didonasikan terus lah sampai 5 tahun gitu kan ke depan. Tapi belum tentu dikasih sih sama World Bank,” kata Budi.
Budi menjelaskan bahwa setiap ibu hamil membutuhkan 180 tablet MMS selama 6 bulan. Dengan jumlah ibu hamil sekitar 5 juta, dibutuhkan sekitar 900 juta tablet per tahun.
Data menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 4,9 juta ibu hamil, dengan 27% di antaranya mengalami anemia, dan 17% menderita kekurangan energi kronis. Selain itu, angka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) serta kematian bayi juga masih tinggi.
Secara nasional, 6,9% bayi lahir dengan berat badan rendah, dan dari setiap seribu kelahiran, 19 bayi meninggal.
“Ibu hamil Jawa Barat walaupun paling banyak, ternyata angka anemia dan kurang energi kronisnya lebih bagus dari nasional. Tapi tetap mereka yang paling banyak gitu dari nominalnya. Jadi kalau Jabar turun atau nol, maka angka di nasional pasti akan drop banget. Karena mereka pembilang dan penyebutnya paling banyak,” ujar Budi.
“Lalu target kematian kami ingin turunkan jadi 16 kasus tahun 2030. Kalau saya maunya di bawah 5. Per seribu bayi lahir hanya boleh ada lima kematian, nggak boleh lebih dari itu. Karena tinggi sekali, kasihan bayi-bayi kita,” sambungnya.
Budi mengakui bahwa produksi suplemen ini masih dilakukan dengan cara impor, tetapi ia berjanji bahwa tahun depan akan ada produksi MMS di Indonesia.
Meskipun demikian, ia percaya bahwa jumlah produksi tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan 4,9 juta ibu hamil yang masing-masing membutuhkan 180 tablet selama enam bulan.
Oleh karena itu, selama 2-3 tahun ke depan, sebagian MMS masih akan diimpor dari UNICEF. Ia berharap bahwa keberadaan MMS dapat berpotensi untuk mengembangkan industri obat-obatan dalam negeri.
“Tapi bagusnya juga ini produksi dalam negeri ya, lumayan kan buat industri dalam negeri juga. Saya sengaja ajak UNICEF dan World Bank, siapa tahu nanti habis Indonesia begini kan ditiru negara lain nih. Karena Indonesia kan mulai yang termasuk yang pertama. Nah negara lain bisa beli dari Indonesia. Kalau UNICEF mau support mereka, belinya dari produsen Indonesia. Jadi industri Indonesia juga bagus,” harap dia.
Selain itu, Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin, juga hadir dan mengucapkan terima kasih kepada Kemenkes karena telah memilih Jabar sebagai lokasi peluncuran program MMS.
ia menilai bahwa program ini sangat penting bagi ibu hamil dan akan berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Jabar.
“Ibu hamil himbauannya ya suplemen ini digunakan sesuai dengan porsinya. 1 botol tadi isinya 120 tablet dan itu diminum setiap hari satu, jadi ikuti anjuran petugas puskesmas yang memberi penjelasan. Dan tentunya jaga gizi juga, harus tetap makan bergizi, jangan karena minum MMS jadi makan tidak bergizi,” pesan Bey.
Ia berharap bahwa ketika pabrik obat di Jabar sudah memiliki kapasitas untuk memproduksi MMS, maka produksi tersebut dapat segera dimulai.
Dengan demikian, Jabar tidak hanya menjadi contoh di tingkat nasional, tetapi juga bisa berperan sebagai pemasok suplemen MMS untuk seluruh Indonesia.