Pintasan.co, Jakarta – Kementerian Transmigrasi mengumumkan bahwa Jepang tengah membutuhkan sekitar 40 ribu tenaga kerja asal Indonesia untuk berbagai sektor industri.
Saat ini, sudah terdapat sedikitnya 100 pekerja Indonesia yang bekerja di Negeri Sakura, dengan kisaran gaji antara Rp 25 juta hingga Rp 55 juta per bulan.
Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara menjelaskan, dari total kebutuhan tersebut, Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 25 ribu posisi.
Adapun bidang pekerjaan yang ditawarkan meliputi pertanian, kelautan, konstruksi, serta sektor perawatan dan jasa.
“Yang membanggakan, masyarakat Jepang sangat menghargai tenaga kerja Indonesia karena dikenal ramah dan memiliki sikap kerja yang baik,” ujar Iftitah dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/10/2025).
Menurutnya, Jepang bahkan menilai pekerja asal Indonesia sebagai tenaga kerja terbaik di antara negara lain yang hadir di sana.
Karena itu, permintaan terhadap pekerja dari Indonesia terus meningkat setiap tahun.
Lebih lanjut, Iftitah menuturkan bahwa Jepang juga menghadapi keterbatasan lahan produktif di sektor pertanian dan perikanan.
Sebagai solusi, pemerintah Jepang menawarkan program magang selama 3 hingga 5 tahun bagi para transmigran Indonesia, agar mereka dapat mempelajari teknologi dan sistem kerja Jepang terlebih dahulu sebelum bekerja di perusahaan Jepang.
“Tenaga kerja yang telah magang nantinya akan kembali dan bekerja di perusahaan Jepang yang berinvestasi di Indonesia. Dengan begitu, mereka sudah terbiasa dengan sistem mekanisasi Jepang,” jelasnya.
Langkah tersebut diyakini akan memberikan manfaat ganda bagi Indonesia, yakni peningkatan keterampilan tenaga kerja serta masuknya investasi baru di kawasan transmigrasi.
Para pekerja yang kembali ke tanah air nantinya diharapkan mampu menerapkan disiplin, etos kerja, dan teknologi modern yang diperoleh selama di Jepang.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Transmigrasi berencana memperluas peluang bagi warga transmigran untuk bekerja atau magang di Jepang.
Pemerintah juga menyiapkan berbagai skema pelatihan dan pemagangan, mulai dari dua hingga sepuluh tahun lamanya.
“Kami ingin para transmigran belajar dan magang di Jepang. Setelah selesai, mereka kembali dan bisa berkontribusi di kawasan transmigrasi yang telah berkembang menjadi pusat industri,” tambah Iftitah.