Pintasan.co, Bantul – Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengungkapkan bahwa kasus mafia tanah yang menimpa keluarga Bryan Manov tergolong lebih parah dibandingkan dengan kasus serupa yang dialami oleh Mbah Tupon.

Seperti diketahui, Bryan Manov Qrisna Huri (35), warga Padukuhan Jadan, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, serta Mbah Tupon (68), warga Padukuhan Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, menjadi korban praktik mafia tanah.

“Tim hukum sudah menginvestigasi kasus Mas Bryan. Jadi, kasus yang mirip. Tetapi, kasus ini lebih ekstrem lagi. Karena tidak ada satupun tanda tangan dari keluarga Mas Bryan, tapi tiba-tiba sertifikat berubah nama,” katanya kepada awak media di Rumah Dinas Bupati Bantul, Rabu (7/5/2025).

Sedangkan untuk kasus Mbah Tupon, ada proses tanda tangan. Mbah Tupon sempat diminta menandatangani dokumen oleh pihak tertentu. Karena keterbatasannya dalam membaca dan menulis, ia sepenuhnya mempercayakan proses pengurusan sertifikat tanah keluarganya kepada pihak tersebut.

Sementara itu, Bupati Bantul masih merasa heran dengan kasus mafia tanah yang menimpa keluarga Bryan Manov, yang dinilainya sangat mencengangkan.

“Berarti, kemungkinan ada proses penipuan dan pemalsuan (tanda tangan balik nama sertifikat tanah). Gimana bisa beralih sertifikat itu kalau tidak ada akta jual beli tanah. Kan enggak mungkin itu. Dan dalam pengurusan akta jenis apapun, pasti dibutuhkan tanda tangan dari si pemilik sertifikat,” ujarnya.

Halim juga menduga bahwa kasus yang dialami Bryan dan Mbah Tupon melibatkan pelaku yang sama. Dugaan ini muncul setelah tim investigasi menemukan kesamaan nama-nama yang terlibat dalam kedua kasus tersebut.

Meski begitu, Halim menegaskan bahwa identitas pasti para pelaku masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.

Selain itu, ia menyatakan perlunya pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus guna memantau aktivitas mafia tanah dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.

“Agar efektif ya pembentukan Satgas itu dilakukan antar lintas instansi. Jadi tidak hanya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul saja. Di dalam Satgas itu ada kepolisan, kejaksaan, BPN, dinas tata ruang, badan pengelolaan keuangan, pendapatan dan aset daerah,” papar dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, yang paling perlu diketahui bahwa pengalihan hak atas tanah atau bangunan juga memerlukan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Baca Juga :  Pemprov Jabar Pastikan Ketersediaan Kebutuhan Pokok Aman Terkendali

Akan tetapi, petugas setempat tidak mengerti dikarenakan tidak ada kepentingan untuk melakukan validasi kepemilikan sertifikat yang sesungguhnya.

“Karena yang bayar BPHTB itu kan banyak. Masak iya, setiap yang bayar BPHTB ditanya dan ditelusuri. Kan enggak ada ketentuan itu,” jelas Halim.