Pintasan.co, Jakarta – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubia, secara mendadak mengarahkan para diplomat AS untuk merumuskan kebijakan baru yang memungkinkan penolakan visa bagi warga asing yang memiliki penyakit medis kronis, termasuk obesitas.
Mengutip laporan POLITICO, kategori kondisi kesehatan yang dimaksud mencakup penyakit jantung dan gangguan pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik dan neurologis, serta gangguan kejiwaan.
Pemeriksaan terhadap kondisi ini diminta untuk dipertimbangkan karena berpotensi membutuhkan biaya perawatan yang mencapai ratusan ribu dolar.
Instruksi Rubio ini dianggap sebagai bentuk pengetatan terhadap aturan “public charge” pemerintah federal, yaitu kebijakan yang melarang calon imigran masuk ke Amerika Serikat apabila dinilai berpotensi bergantung pada bantuan publik di masa mendatang, seperti Supplemental Security Income atau bantuan dari program Temporary Assistance for Needy Families.
Dalam surat kawat tertanggal 6 November yang dikutip POLITICO, dijelaskan bahwa prinsip kemandirian telah lama menjadi dasar kebijakan imigrasi AS, dan penolakan masuk karena potensi menjadi beban publik telah tercantum dalam hukum imigrasi selama lebih dari satu abad.
KFF Health News melaporkan pertama kali mengenai surat tersebut. Dalam laporan itu disebutkan bahwa obesitas pada orang dewasa dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, gangguan pernapasan, batu empedu, dan penyakit kandung empedu.
Mengutip data CDC dalam surat itu, seluruh kondisi tersebut umumnya membutuhkan perawatan jangka panjang yang mahal.
Petugas visa juga diarahkan untuk mengevaluasi penyakit kardiovaskular, kanker, dan diabetes.
Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, mengatakan bahwa panduan tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengendalikan pengeluaran federal bagi warga AS.
Ia menjelaskan bahwa selama satu abad, Departemen Luar Negeri memiliki wewenang menolak visa bagi individu yang berpotensi membebani pembayar pajak, termasuk mereka yang berisiko memanfaatkan layanan kesehatan publik.
Pemerintahan Presiden Donald Trump, ujar Kelly, menjadi pihak yang menerapkan kebijakan itu secara penuh dan menempatkan kepentingan warga Amerika sebagai prioritas.
Sejak kembali menjabat pada Januari, Trump memang berupaya mengurangi imigrasi, baik legal maupun ilegal, melalui penafsiran dan penerapan kebijakan imigrasi yang lebih ketat.
Trump dan Partai Republik di Kongres menargetkan hingga satu juta deportasi per tahun, dengan dukungan dana miliaran dolar melalui undang-undang One Big Beautiful Bill Act yang dialokasikan untuk memperkuat lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE).
Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Tommy Pigott, menegaskan bahwa pemerintah Trump memprioritaskan kepentingan rakyat AS, termasuk memastikan bahwa sistem imigrasi tidak menjadi beban fiskal bagi pembayar pajak.
