Pintasan.co, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% hanya pada barang-barang mewah, seperti jet pribadi dan yacht.
Kenaikan tarif ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025, namun tidak akan menyasar kebutuhan pokok masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa tarif PPN untuk barang dan jasa nonmewah tetap berada di angka 11%.
Berikut poin-poin utama pernyataan Prabowo dan Sri Mulyani terkait kebijakan ini:
1. Kenaikan PPN Hanya untuk Barang Mewah
Presiden Prabowo menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Namun, tarif baru ini hanya akan diterapkan pada barang dan jasa yang dikategorikan sebagai super mewah, yaitu barang-barang yang selama ini sudah dikenakan PPN Barang Mewah (PPnBM).
“Saya tegaskan, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah, seperti jet pribadi, kapal pesiar, yacht, serta rumah sangat mewah yang digunakan oleh kalangan masyarakat mampu,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan pada Selasa (31/12/2024).
Sri Mulyani menambahkan bahwa barang-barang yang dikenai tarif 12% mencakup hunian mewah dengan harga jual Rp30 miliar ke atas, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, dan townhouse.
Selain itu, tarif ini juga berlaku untuk balon udara, pesawat udara tertentu, peluru senjata api, serta kapal pesiar mewah seperti yacht.
2. Kebutuhan Pokok Tetap Dikenakan Tarif PPN 0%
Prabowo memastikan bahwa fasilitas pembebasan PPN atau tarif 0% untuk kebutuhan pokok masyarakat tetap berlaku.
“Barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, seperti beras, susu, jasa kesehatan, dan pendidikan, tetap diberikan tarif PPN 0%,” ungkapnya.
Sri Mulyani merinci bahwa kebutuhan pokok yang dikenakan tarif PPN 0% meliputi beras, jagung, kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan, gula, serta hasil ternak seperti susu segar dan unggas.
Selain itu, jasa transportasi umum, jasa pendidikan, buku pelajaran, kitab suci, jasa kesehatan, dan jasa keuangan seperti kartu kredit dan asuransi juga masuk dalam kategori ini.
Kebijakan ini menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN hanya menyasar kelompok barang mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat golongan atas, sementara kebutuhan dasar masyarakat tetap dilindungi dengan pembebasan tarif PPN.
Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjaga keseimbangan dalam penerapan pajak serta memastikan kebutuhan pokok masyarakat tidak terdampak.